creativestation.id – PT Pertamina (Persero) kembali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi menjelang momentum mudik Lebaran 2025 kemarin. Langkah ini diumumkan sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat yang akan melakukan perjalanan pulang kampung.
Namun, di balik narasi “kado Lebaran” tersebut, publik menaruh curiga bahwa kebijakan ini bukan murni karena pertimbangan sosial, melainkan bagian dari strategi untuk meredam tekanan publik dan memperbaiki citra perusahaan serta pemerintah.
Penurunan Harga BBM: Benarkah Bentuk Kepedulian?
Per 29 Maret 2025, harga BBM non-subsidi yang mengalami penurunan adalah:
- Pertamax (RON 92): dari Rp12.900 menjadi Rp12.500/liter
- Pertamax Green 95: dari Rp13.700 menjadi Rp13.250/liter
- Pertamax Turbo: dari Rp14.000 menjadi Rp13.500/liter
- Dexlite: dari Rp14.300 menjadi Rp13.600/liter
- Pertamina Dex: dari Rp14.600 menjadi Rp13.900/liter
Sementara itu, harga BBM subsidi seperti Pertalite (Rp10.000/liter) dan Biosolar (Rp6.800/liter) tetap tidak berubah.
Pihak Pertamina menyebut penyesuaian harga ini sebagai langkah untuk menyesuaikan dengan harga pasar serta menjaga daya beli masyarakat di masa padat konsumsi BBM seperti Lebaran.
Plt Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan bahwa harga BBM non-subsidi ditetapkan berdasarkan fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar, serta mengikuti regulasi dari Kementerian ESDM.
Namun, pengamat energi dari Institute for Energy Studies, Dr. Laksmi Herlambang, mempertanyakan motivasi di balik penurunan harga tersebut. “Ini bukan pertama kalinya BBM dijadikan alat pencitraan.
Di tahun politik atau saat momen besar seperti Lebaran, kita sering melihat pola penurunan harga yang temporer, padahal sebelumnya ada kenaikan drastis,” ujarnya.
baca juga: Segera Tukar! Uang Kertas Rupiah Pecahan Lama Ini Tak Bisa Dipakai Mulai Besok
Kenaikan Drastis Sebelumnya Masih Membekas
Sikap skeptis publik tidak lepas dari fakta bahwa hanya dua bulan sebelumnya, tepatnya pada 1 Februari 2025, harga BBM non-subsidi mengalami kenaikan signifikan:
- Pertamax: dari Rp12.500 menjadi Rp12.900
- Pertamax Turbo: dari Rp13.700 menjadi Rp14.000
- Pertamax Green 95: dari Rp13.400 menjadi Rp13.700
- Dexlite: dari Rp13.600 menjadi Rp14.600
- Pertamina Dex: dari Rp13.900 menjadi Rp14.800
Kenaikan tersebut diberlakukan tanpa sosialisasi yang memadai dan dianggap memberatkan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah yang kini mulai bergantung pada BBM non-subsidi akibat terbatasnya stok Pertalite di beberapa wilayah.
Kado Sementara, Beban Tetap Sama?!
Meski penurunan harga BBM disambut baik oleh sebagian pemudik, sebagian lainnya menilai bahwa “kado Lebaran” ini hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan persoalan utama, yaitu ketidakstabilan harga BBM dan ketidakjelasan roadmap subsidi energi di Indonesia.
“Turun sedikit menjelang Lebaran, tapi begitu lewat Idul Fitri, jangan kaget kalau BBM melonjak lagi. Kita sudah sering lihat pola ini,” kata Mulyadi, sopir taksi online di Jakarta.
Kritik juga datang dari kalangan akademisi. Mereka menilai tidak adanya transparansi menyeluruh mengenai mekanisme perhitungan harga BBM membuat publik merasa dibohongi.
Pemerintah dinilai terlalu mudah melepas tanggung jawab ke pasar global dan regulasi teknis, tanpa ada mekanisme pengawasan dari lembaga independen.
Transparansi Diharapkan, Kepastian Harga Diperlukan
Masyarakat Indonesia kini berharap lebih dari sekadar kado musiman. Kestabilan harga, transparansi dalam penentuan tarif, dan akses mudah terhadap BBM subsidi menjadi isu utama yang harus segera dibenahi.
Jika tidak, kebijakan seperti ini akan terus dianggap sebagai alat pengalihan isu, bukan solusi nyata.
Leave a Comment