Gaya Dedi Mulyadi Gubernur Konten, Efektif atau Sekadar Pencitraan?

wiaam rifqi

April 30, 2025

3
Min Read
Dedy Mulyadi Gubernur Konten

creativestation.id – Sejak dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat pada 20 Februari 2025, Dedi Mulyadi langsung mencuri perhatian publik—bukan hanya lewat program kerjanya, tetapi juga karena strategi komunikasi digital yang ia terapkan secara konsisten.

Lewat akun Instagram @dedimulyadi71 dan YouTube @kangdedimulyadichannel, ia aktif membagikan momen-momen keseharian dan kegiatan blusukan ke berbagai daerah.

Dengan 3 juta pengikut di Instagram dan lebih dari 7 juta pelanggan di YouTube, konten-konten Dedi tampil variatif: mulai dari marah-marah karena pelayanan publik buruk, momen haru saat membantu warga kecil, hingga guyonan khas Sunda yang dekat dengan masyarakat. Citra ‘merakyat’ yang dibangunnya pun semakin kuat.

Namun, popularitas digital itu menuai kritik. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, sempat menyindir Dedi dengan menyebutnya sebagai “Gubernur Konten” dalam rapat Komisi II DPR. Dedi menanggapinya santai.

Bahkan ia membanggakan bahwa kontennya telah menurunkan belanja iklan Pemprov Jabar dari Rp50 miliar menjadi Rp3 miliar, tanpa mengurangi efek viral yang dihasilkan.

Meniru Jokowi atau Inovasi Sendiri?

Pakar komunikasi politik dari Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro, menilai gaya Dedi adalah bentuk komunikasi politik personalistik pendekatan langsung ke publik dengan narasi empatik dan visual.

Gaya ini dinilainya bukan hal baru, karena telah sukses diterapkan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sejak era Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.

“Langkah Dedi bisa dinilai sebagai adaptasi strategis yang kontekstual, apalagi Jawa Barat adalah wilayah dengan basis pemilih muda yang aktif secara digital,” jelas Verdy.

Meski begitu, Verdy mengingatkan akan bahaya komunikasi yang hanya simbolis. “Jika terlalu berlebihan, bisa terjebak dalam komunikasi artifisial—di mana persepsi lebih diutamakan daripada kebijakan nyata,” ujarnya.

Dialog atau Monolog?

Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika, mengkritik bila komunikasi Dedi cenderung satu arah dan mengecilkan peran media sebagai kanal dialog.

Menurutnya, meski meniru Jokowi, Dedi belum sepenuhnya menerapkan prinsip keterbukaan dan keterlibatan media seperti yang dilakukan mantan presiden tersebut.

“Kalau Jokowi intens berdialog dengan media, Kang Dedi lebih ke arah monolog narasi digital personal. Itu bukan salah, tapi perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan kesan manipulatif atau over-promosi,” kata Agung.

Popularitas, Elektabilitas, dan Risiko

Agung menilai bahwa apa yang dilakukan Dedi sangat mungkin berdampak pada elektabilitasnya di masa depan. Namun, ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara strategi publikasi dengan substansi pemerintahan.

“Publikasi berlebih bisa menimbulkan ekspektasi tinggi dari masyarakat. Jika terjadi penurunan performa, resistensi bisa datang lebih cepat,” tegasnya.

Konten vs Konten

Fenomena Gubernur Dedi Mulyadi adalah cerminan zaman di mana kepemimpinan tidak hanya soal kebijakan, tapi juga soal bagaimana membungkus narasi dalam format digital yang ‘nyambung’ dengan publik. Namun, di balik kejayaan algoritma, publik tetap berharap akan substansi yang nyata, bukan sekadar simbol dan konten viral belaka.

2 responses to “Gaya Dedi Mulyadi Gubernur Konten, Efektif atau Sekadar Pencitraan?”

  1. […] Baca juga: Gaya Dedi Mulyadi Gubernur Konten, Efektif atau Sekadar Pencitraan? […]

  2. […] Baca juga : Gaya Dedi Mulyadi Gubernur Konten, Efektif atau Sekadar Pencitraan? […]

Leave a Comment

Related Post