Creativestation.id – Pernahkah Anda melihat dua pengendara Vespa saling membunyikan klakson kecil atau melambaikan tangan saat berpapasan di jalan?
Bagi para pencinta skuter asal Italia ini, gestur sederhana itu bukan sekadar sapaan biasa, melainkan bagian dari warisan solidaritas yang telah hidup selama puluhan tahun. Namun kini, tradisi Vespa ini hampir punah, terutama di tengah gelombang pengguna Vespa matik generasi baru.
Saling klakson atau memberi lambaian tangan di jalan menjadi simbol tak tertulis dari persaudaraan antar pengguna Vespa.
Baik di kota besar maupun pelosok desa, interaksi spontan ini dulu menjadi pemandangan lazim. Tradisi ini tidak hanya menunjukkan identitas, tetapi juga mempererat ikatan sosial antar sesama pengguna Vespa baik yang klasik maupun modern.
Namun seiring waktu, kehangatan itu perlahan memudar. Banyak pengguna Vespa matik masa kini yang bahkan tidak mengenal kebiasaan tersebut. Klakson kecil yang dulu menjadi tanda sapa kini tak lagi terdengar.
“Dulu, sesama pengguna Vespa pasti saling sapa, meski nggak saling kenal. Kalau ada yang mogok, pasti dibantu. Sekarang udah jarang,” ungkap Om Benk, penggemar Vespa klasik yang telah puluhan tahun aktif di komunitas Vespa.
Ia berharap pengguna Vespa modern tak melupakan budaya ini. “Minimal klakson kecil sebagai salam, itu sudah cukup untuk menjaga rasa kebersamaan,” tambahnya.
Lebih dari Sekadar Motor, Vespa adalah Budaya
Menurut Muslich Zainal Asikin, pengamat transportasi, ada nilai sosial yang tinggi di balik interaksi para pengguna Vespa.
“Mereka merasa satu nasib. Vespa bukan hanya kendaraan, tapi gaya hidup. Ada rasa saling mengerti karena sama-sama paham suka dukanya—mesin rewel, mogok di jalan, bongkar sendiri. Dari situ tumbuh rasa solidaritas,” ujarnya.
Solidaritas ini, lanjut Muslich, memiliki akar yang dalam. Di Eropa, khususnya Inggris tahun 1960-an, Vespa bukan sekadar alat transportasi, tapi simbol perlawanan, kebebasan, dan gaya hidup anak muda kelas pekerja.
Fenomena serupa terjadi di Indonesia, terutama pada era 1970–1980-an, di mana Vespa menjadi ikon mobilitas rakyat sekaligus sarana komunitas yang inklusif.
Komunitas dan Semangat Sosial
Banyak komunitas Vespa yang tidak hanya menyalurkan hobi otomotif, tetapi juga aktif dalam kegiatan sosial. Salah satu contohnya adalah komunitas Lhapscoot, yang mengedepankan prinsip egaliter.
“Nggak ada ketua tetap. Kalau ada kegiatan, kita tunjuk koordinator secara bergilir,” ujar Sunartato, salah satu pendiri komunitas.
Selain touring dan belajar mesin bersama, komunitas ini juga rutin melakukan aksi sosial. Mereka pernah menggalang dana untuk korban bencana alam dan melakukan edukasi keamanan berkendara di beberapa sekolah.
Namun, Sunartato mengakui bahwa semangat persaudaraan ini belum sepenuhnya sampai ke kalangan pengguna Vespa matik. “Kadang kita klakson duluan pas papasan, tapi mereka cuek. Mungkin belum tahu maknanya,” ucapnya sambil tersenyum.
Hal ini menunjukkan adanya gap budaya antara generasi lama dan baru, yang jika tak dijembatani, bisa mengikis warisan kebersamaan yang telah lama dibangun.
Antara Modernitas dan Kehangatan Tradisi
Vespa matik memang membawa perubahan besar. Dengan tampilan lebih modern dan teknologi yang canggih, skuter ini berhasil menarik minat generasi muda urban.
Namun di sisi lain, modernitas ini sering disertai dengan gaya hidup individualistis, membuat banyak pengguna baru tak menyadari nilai-nilai komunitas yang dulu begitu dijunjung tinggi.
Dalam situasi ini, penting bagi komunitas Vespa dan para penggemarnya untuk terus menjaga budaya solidaritas. Tradisi sederhana seperti saling sapa di jalan mungkin terlihat sepele, tapi justru di sanalah letak keistimewaannya.
Di tengah masyarakat yang makin sibuk dan terpolarisasi, hal kecil seperti klakson atau anggukan kepala bisa menjadi pengingat bahwa kita tidak sendirian.
Membunyikan klakson bukan hanya soal etika berkendara, tetapi simbol bahwa kita masih terhubung sebagai bagian dari sejarah, budaya, dan komunitas yang pernah hangat dan saling menguatkan.
Jangan sampai tradisi Vespa ini benar-benar punah hanya karena kita lupa menghargai hal-hal kecil yang menyatukan kita.
Untuk informasi lengkap dan update seputar dunia creative, inovasi, ekonomi, teknologi dan event, terus ikuti Creativestation.id tempat Anda menemukan inspirasi, dari dunia creative dan inovatif.
Leave a Comment