creativestation.id – Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kerja diguncang oleh tren yang disebut “Quiet Quitting”—karyawan yang tetap menjalankan pekerjaan sesuai job desk, tapi tanpa semangat berlebih, tanpa lembur, dan tanpa ambisi ekstra. Fenomena ini kini melekat kuat pada Generasi Z, generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Apakah ini bentuk kemalasan terselubung atau justru solusi atas budaya kerja yang tak manusiawi? Dalam artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam tentang Gen Z dan “Quiet Quitting”: Fenomena atau Solusi?, dengan data, perspektif psikologis, dan strategi perusahaan untuk menyikapinya.
Apa Itu Quiet Quitting dan Mengapa Gen Z Diidentikkan Dengannya?
Quiet quitting bukan berarti resign. Istilah ini mengacu pada karyawan yang memilih tidak “overperform”, hanya bekerja sesuai deskripsi pekerjaan tanpa terlibat secara emosional.
Menurut survei Gallup (2022), lebih dari 50% tenaga kerja di Amerika—terutama Gen Z dan Milenial muda—masuk kategori “quiet quitters”. Alasan utamanya? Kehabisan energi akibat ekspektasi kerja berlebihan dan minimnya pengakuan.
Ciri-ciri Quiet Quitter:
-
Tidak aktif di luar jam kerja
-
Menolak lembur tanpa kompensasi jelas
-
Kurang terlibat dalam inisiatif tim
Gen Z: Generasi Produktif Tapi Selektif
Banyak yang menyalahartikan Quiet Quitting sebagai “malas”, padahal Gen Z adalah generasi paling sadar akan mental health, work-life balance, dan nilai-nilai personal. Mereka tak mau mengorbankan kesehatan demi “penghargaan semu”.
Fakta penting:
-
70% Gen Z lebih memilih pekerjaan fleksibel daripada gaji besar (Deloitte, 2023)
-
61% Gen Z melaporkan merasa burnout di tempat kerja karena beban emosional (McKinsey Health Institute, 2022)
Dengan pemahaman yang dalam terhadap diri sendiri dan hak-haknya, Gen Z menuntut sistem kerja yang adil dan manusiawi.
Budaya Hustle vs. Keseimbangan: Perang Nilai Antar Generasi
Generasi sebelumnya (Gen X, Baby Boomers) menjunjung tinggi kerja keras sebagai tolok ukur keberhasilan. Sementara itu, Gen Z mempertanyakan sistem kerja yang terus-menerus menuntut pengorbanan pribadi.
Dampak perbedaan ini:
-
Konflik antar generasi dalam lingkungan kerja
-
Perusahaan kesulitan mempertahankan talenta muda
-
Kurangnya keterlibatan tim lintas usia
Quiet quitting, dalam konteks ini, adalah reaksi atas budaya kerja yang belum adaptif dengan perubahan zaman.
Apakah Quiet Quitting Solusi yang Sehat? Perspektif Psikologis
Dalam banyak kasus, quiet quitting adalah mekanisme bertahan (coping mechanism) yang dipilih Gen Z untuk melindungi diri dari stres dan kelelahan. Namun, ini bisa jadi bumerang bila tidak dibarengi dengan komunikasi terbuka dan refleksi diri.
Quiet quitting adalah tanda adanya ketidakharmonisan antara ekspektasi dan realitas kerja. Solusinya bukan dengan menghukum karyawan, tapi memperbaiki sistem manajemen.
Strategi Menghadapi Quiet Quitting: Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan dan Karyawan?
Agar fenomena ini tak berujung pada mass disengagement, berikut strategi yang bisa diterapkan:
Untuk perusahaan:
-
Terapkan sistem kerja fleksibel (hybrid/remote)
-
Tawarkan feedback dan pengakuan atas kerja karyawan
-
Libatkan Gen Z dalam pengambilan keputusan tim
Untuk Gen Z:
-
Komunikasikan batasan kerja secara profesional
-
Kelola waktu dan emosi dengan bijak
-
Jangan abaikan peluang pertumbuhan hanya karena lingkungan yang tidak ideal
Dengan pendekatan dua arah, quiet quitting bisa menjadi jembatan menuju model kerja yang lebih berkelanjutan.
Baca juga : Fenomena “Main Character Energy” yang Bikin Viral
Gen Z dan “Quiet Quitting”: Fenomena atau Solusi?—jawabannya adalah keduanya. Ini memang fenomena yang mengemuka, tapi juga alarm penting bahwa budaya kerja perlu disesuaikan dengan nilai-nilai generasi baru.
Bukan tentang karyawan malas atau tidak loyal, tapi tentang manusia yang ingin bekerja tanpa kehilangan dirinya sendiri. Quiet quitting bukan tentang berhenti, tapi tentang menyuarakan perlawanan secara tenang. Dan dalam keheningan itulah, revolusi kerja bisa dimulai.
Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment