Ditulis oleh: Wiaam Rifqi Abror
Ada yang pernah merasa kayak berdiri di dua dunia? Aku salah satunya.
Sebagai seseorang yang lahir di masa peralihan, aku tumbuh dengan nilai-nilai generasi milenial, tapi hidup dan berkarya di zaman Gen Z.
Awalnya aku kira itu hal biasa. Tapi makin ke sini, aku sadar, ternyata posisi ini cukup unik. Karena sering banget aku lihat dua generasi ini dibanding-bandingkan, bahkan sering saling menyalahkan.
Stereotip: Semua Generasi Selalu Dipandang Kurang
Yang bikin aku berpikir ulang adalah satu hal: kenapa ya, setiap generasi selalu ada aja yang dipandang “kurang baik”?
Padahal sebenarnya, itu hanya karena segelintir orang, tapi jadi kesannya mewakili satu generasi penuh.
Generasi milenial dibilang terlalu loyal, terlalu kerja keras sampai lupa waktu.
Sementara generasi Z dibilang manja, pengennya enak terus, dan gampang pindah kalau merasa nggak cocok.
Padahal… semua itu terlalu disederhanakan. Nggak sekompleks kenyataan yang aku lihat dan alami sendiri.
Baca juga : Bukan Cuma Kerja Keras, Anak Muda seperti Kita Butuh Mindset Kaya untuk Tembus Batas
Milenial: Loyalitas, Tahan Banting, dan Proses
Di lingkungan tempatku tumbuh, nilai-nilai generasi milenial kuat banget terasa.
Kerja keras itu harga mati. Loyal sama satu tempat kerja itu dianggap bagian dari integritas.
Mau naik level? Ya kudu sabar. Belajar dari bawah, nggak bisa instan. Ada proses, dan kita diminta buat tahan banting.
Tapi ya, namanya hidup ya, tetap ada tantangan.
Karena sistem seperti itu juga butuh waktu lama untuk bisa memenuhi kebutuhan.
Sementara, kebutuhan hidup terus jalan dan nggak nunggu kita sukses dulu.
Gen Z: Kreatif, Cepat, dan Serba Digital
Masuk ke dunia Gen Z, semuanya terasa jauh lebih cepat.
Informasi tinggal klik, peluang kerja bisa datang dari mana aja.
Kreativitas dihargai, bahkan bisa langsung ditukar dengan cuan.
Orang Gen Z bisa bangun personal branding di TikTok, dapat kerja dari Instagram, dan punya bisnis sendiri sejak kuliah.
Tapi karena semuanya bisa diraih lebih cepat, akhirnya muncul pertanyaan: “Masih penting nggak sih etos kerja?”
Loyalitas pun jadi bahan perdebatan. Banyak yang lebih pilih kerja bebas, kerja fleksibel, asal tetap dapat hasil.
Dan ini kadang bikin generasi sebelumnya jadi suka membandingkan.
Menggabungkan Dua Dunia, Hybrid Mindset
Dari semua pengalamanku ini, aku sadar: aku nggak harus milih salah satu.
Aku bisa ambil yang terbaik dari keduanya.
Dari generasi milenial, aku pelajari soal mindset kuat, kerja keras, dan komitmen jangka panjang.
Dari generasi Z, aku belajar untuk kerja cerdas, manfaatin teknologi, dan berkarya lebih fleksibel.
Aku mulai menerapkan keduanya: tetap loyal di tempat kerja, tapi juga kreatif di luar jam kerja.
Ngerjain side hustle, bangun konten, belajar skill baru—semua itu jalan beriringan.
Dan hasilnya?
Bukan cuma penghasilan utama yang lancar, tapi juga mulai ada passive income yang ngikutin.
Rasanya kayak punya dua kaki yang bisa melangkah ke masa depan dengan lebih stabil.
Akhirnya… Cerita Ini Bukan Cuma Soal Aku
Aku yakin, banyak dari kita yang ngerasain hal serupa.
Ada di dua dunia, dua fase, dua cara pandang.
Dan semua itu bukan beban tapi justru kekuatan.
Kalau kamu juga merasa seperti itu, mungkin inilah waktunya untuk berhenti membandingkan generasi, dan mulai menyatukan kekuatan dari dua sisi.
Itu ceritaku.
Kalau kamu, bagaimana?
Baca juga : Tren Joget Velocity dan JJ di Sembarang Tempat: Bebas Ekspresi atau Bebas Aturan?
Leave a Comment