creativestation.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Wisnuwardhana Malang sukses menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Penegakan Hukum dan Perlindungan HAM dalam Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi” pada Sabtu (26/04/2025). Kegiatan ini digelar di kampus Universitas Wisnuwardhana dan dihadiri oleh delegasi BEM se-Kabupaten Malang.
Acara ini menjadi momentum penting dalam merespons maraknya kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Untuk pertama kalinya, BEM Universitas Wisnuwardhana menggandeng BEM Nusantara, yang diwakili oleh Aryo Bimo Subagyo. Dalam sambutannya, ia berharap seminar ini dapat menjadi awal dari terciptanya kesadaran akan hak asasi manusia (HAM) serta lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan.
“Kesadaran HAM bisa dimulai dari lingkungan pendidikan yang aman dari ancaman dan bahaya. Mari ciptakan keamanan di wilayah kampus kita masing-masing,” ujar Aryo.
Presiden Mahasiswa Universitas Wisnuwardhana, Fahri Yudha Pratama, juga menekankan bahwa seminar ini diharapkan tidak hanya menjadi ruang diskusi, namun menjadi bentuk nyata komitmen mahasiswa dalam merespons berbagai kasus kekerasan di lingkungan akademik.
Perwakilan dari pihak rektorat, Bapak Steven, turut menyampaikan harapannya agar peserta memperoleh wawasan, kesadaran, dan keberanian dalam menegakkan kebenaran, guna menciptakan proses pendidikan yang aman dan inklusif.
Baca juga: Gaya Dedi Mulyadi Gubernur Konten, Efektif atau Sekadar Pencitraan?
Perspektif Multi-disiplin: Hukum, Psikologi, dan Penegakan Kasus
Seminar ini menghadirkan empat pembicara dari latar belakang berbeda yang memperkaya sudut pandang peserta dalam memahami kompleksitas penanganan kekerasan seksual:
- Sulis Rahayu, S.H., M.H., Akademisi Hukum dan perwakilan Satgas PPKPT Universitas Wisnuwardhana, mensosialisasikan peran Satgas sebagai garda terdepan pendampingan dan aduan kasus kekerasan di kampus.
- Andia Kusuma Damayanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Wisnuwardhana dan Assesor LPDP, membawakan materi bertajuk “Support Psikologis dan Konseling bagi Korban“. Ia menjelaskan bahwa kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak serius, dari depresi hingga skizofrenia, dengan tanda-tanda seperti mengurung diri lebih dari dua minggu. “Tubuh manusia sebenarnya memiliki alarm terhadap potensi bahaya,” jelasnya. Tidak hanya teori, Bu Andia juga mengajak peserta mempraktikkan tiga teknik dasar penanganan psikologis yang dapat membantu meredakan trauma secara sederhana:
- Latihan pernapasan dalam posisi berdiri, dengan tangan menggenggam erat, menarik napas melalui hidung, dan menghembuskannya perlahan lewat mulut.
- Butterfly hug, teknik menenangkan diri dengan menyilangkan tangan di dada dan mengetuk bahu secara bergantian.
- Posisi semedi sederhana, yakni menekan jempol dan jari telunjuk sambil mengatur napas—tarik dari hidung dan hembuskan perlahan dari mulut.
- Agustian Siagian, S.H., Ketua DPC Peradi Kabupaten Malang, memaparkan aspek hukum dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual yang memilih jalur hukum.
- Iptu Khusnul Khotimah, Kanit PPA Polresta Malang Kota, membagikan pengalamannya dalam menangani kasus kekerasan seksual serta proses pelaporan dan perlindungan korban di ranah kepolisian. Dalam penutup materinya, Iptu Khusnul menyampaikan harapan yang menyentuh bahwa para mahasiswa yang hadir di seminar ini tidak perlu datang ke ruang kerjanya membawa laporan kasus kekerasan, karena mereka telah memiliki kesadaran untuk mencegah terjadinya kekerasan sejak dini.”Saya berharap, adik-adik mahasiswa di ruangan ini tidak akan pernah datang ke kantor saya sebagai korban, apalagi sebagai pelaku. Cukup jadi bagian dari solusi pencegahan,” ucapnya tegas.
Kesadaran, Keberanian, dan Harapan
Melalui seminar ini, peserta diajak untuk memahami bahwa keberanian melapor dan menuntut keadilan adalah langkah penting dalam memberantas kekerasan seksual di kampus. Banyak kasus tidak terungkap karena korban merasa takut atau tidak tahu harus ke mana mencari pertolongan. Padahal, bantuan tersedia melalui berbagai pihak seperti Satgas kampus, tenaga psikologi, aparat penegak hukum, hingga advokat hukum.
Seminar ini menjadi bukti bahwa sinergi antara institusi pendidikan, profesional psikologi, aparat penegak hukum, dan organisasi mahasiswa sangat penting untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman, adil, dan inklusif.
Baca juga: Bulan Lalu, Harga BBM di Pertamina Turun: Publik Malah Taruh Curiga?!
Leave a Comment