Stoikisme sebagai Cara Menyikapi Hate Speech: Keren dan Bijak!

Ratih S

July 3, 2025

6
Min Read
cara menyikapi hate speech dengan mindset stoic yang sedang populer di kalangan remaja masa kini.
cara menyikapi hate speech dengan mindset stoic yang sedang populer di kalangan remaja masa kini.

Creativestation.id – Pernah memikirkan cara menyikapi hate speech atau komentar jahat di media sosial? Fenomena hate speech memang makin sering muncul, apalagi di era digital yang serba cepat dan terbuka ini. Tapi tenang, ada satu pendekatan keren yang bisa bantu tetap waras dan bijak: stoikisme. Yap, ini bukan sekadar teori filsafat kuno, tapi juga life skill keren yang relevan banget buat Gen Z masa kini. Yuk, bahas tuntas bareng-bareng!

Apa Itu Stoikisme dan Mengapa Penting di Era Digital

Stoikisme adalah aliran filsafat dari Yunani Kuno yang mengajarkan cara menghadapi hidup dengan tenang, rasional, dan tetap fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan. Konsep ini terasa semakin relevan di tengah derasnya arus digital, terutama saat menghadapi hate speech yang bisa muncul kapan saja dan dari siapa saja.

Kalau kamu penasaran gimana sih cara menyikapi hate speech dengan keren dan nggak bikin stres berlebihan, bagian di bawah ini bisa bantu membuka wawasan dan memberi solusi.

Baca Juga: Etika Menyampaikan Kritik di Media Sosial: Netizen Wajib Paham!

1. Fokus pada Hal yang Bisa Dikontrol (Dichotomy of Control)

Salah satu prinsip utama dalam stoikisme adalah menyadari bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan. Komentar negatif, ujaran kebencian, atau hinaan dari orang asing di internet? Jelas bukan kendali pribadi. Tapi bagaimana merespons hal-hal tersebut? Nah, itu sepenuhnya berada di tangan kita.

Bayangin kalau semua komentar jahat selalu diambil hati—tentu hidup bakal capek banget. Dengan stoikisme, kita diajak untuk fokus pada respons, bukan pada pemicunya. Jadi, saat nemu hate speech, coba tarik napas dalam, tahan emosi, dan pikirkan apakah membalas itu worth it atau cuma bikin makin runyam.

Membalas ujaran kebencian hanya akan memperpanjang rantai konflik. Dengan memahami konsep kendali diri, kita bisa tampil keren, bijak, dan tetap waras tanpa terpengaruh provokasi digital.

2. Menyikapi Emosi Negatif dengan Rasional

Dalam stoikisme, emosi bukan musuh, tapi harus diatur. Marah, sedih, kecewa—semua wajar. Tapi jangan sampai dikendalikan emosi saat menyikapi hate speech. Ingat, komentar kasar biasanya muncul dari orang yang tidak mengenal secara pribadi. Jadi, mengapa harus ambil pusing?

Ketimbang merespons dengan emosi, lebih baik alihkan energi ke hal produktif. Bisa dengan edukasi lewat konten positif atau cukup dengan diam dan melaporkan pelaku. Ketenangan itu keren. Respon yang dewasa justru bikin kamu terlihat lebih matang daripada mereka yang menyebar kebencian.

3. Amor Fati: Mencintai Takdir, Termasuk Kritik dan Ujaran Negatif

Konsep Amor Fati dalam stoikisme artinya mencintai segala hal yang terjadi, termasuk hal buruk sekalipun. Termasuk saat kena hate speech. Bukan berarti merayakan kebencian, tapi belajar menerima bahwa hal-hal semacam itu bisa terjadi kapan saja.

Dengan Amor Fati, kamu bisa membalik pengalaman negatif jadi pelajaran hidup. Komentar jahat? Bisa jadi latihan untuk memperkuat mental. Tanggapan sinis? Bisa jadi refleksi untuk memperbaiki diri—kalau memang kritiknya valid.

Menerima dengan lapang hati bukan tanda kelemahan. Justru itu tanda bahwa kamu kuat, tahan banting, dan nggak gampang goyah.

Kenapa Cara Menyikapi Hate Speech Butuh Stoikisme

Nggak bisa dimungkiri, media sosial sekarang seperti dua sisi koin. Di satu sisi seru dan penuh hiburan, di sisi lain rawan jadi tempat munculnya kebencian. Kalau nggak kuat mental, bisa-bisa kena dampak negatifnya. Nah, di sinilah stoikisme bisa jadi senjata rahasia.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip stoikisme, siapa pun bisa lebih bijak menghadapi dunia digital yang makin liar. Penasaran gimana cara menyikapi hate speech dengan pendekatan yang elegan dan rasional? Simak pembahasan selanjutnya.

1. Premeditatio Malorum: Bayangkan Skenario Terburuk

Salah satu latihan klasik stoikisme ini mengajak untuk membayangkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Termasuk kena hujatan online, komentar toxic, atau bahkan doxing. Kedengarannya pesimis? Justru sebaliknya.

Dengan menyiapkan mental untuk kemungkinan buruk, pikiran jadi lebih siap saat beneran terjadi. Jadi kalau tiba-tiba akun pribadi dihujani komentar negatif, nggak langsung panik atau stres. Karena sebelumnya sudah dilatih untuk “jaga-jaga.”

Ini bukan tentang jadi paranoid, tapi tentang jadi realistis. Dunia maya nggak selalu ramah. Dan kamu butuh mental kuat buat tetap berdiri dengan kepala tegak.

2. Practice Misfortune: Latihan Menghadapi Ketidaknyamanan

Kaisar Roma seperti Nero pernah diminta Seneca untuk latihan hidup susah beberapa hari setiap bulan. Tujuannya? Biar nggak kaget saat hal buruk beneran datang. Dalam konteks media sosial, latihan ini bisa berupa membatasi konsumsi komentar, detoks dari medsos, atau mematikan notifikasi saat suasana hati lagi rapuh.

Latihan kecil ini bisa bikin mental lebih adaptif. Jadi kalau tiba-tiba kena serangan hate speech, udah siap secara emosional. Bahkan, bisa jadi nggak terlalu ngefek karena hati udah kebal.

Inilah salah satu cara menyikapi hate speech yang kadang terlewat: bukan hanya reaksi saat kejadian, tapi juga persiapan jauh-jauh hari.

3. Stoikisme Bukan Cuek, Tapi Bijak

Banyak yang salah paham, mengira stoikisme itu artinya jadi orang yang cuek, dingin, nggak peduli. Padahal sebaliknya, stoikisme justru ngajarin gimana jadi manusia yang tetap peduli tapi nggak larut dalam emosi negatif.

Jadi, waktu muncul ujaran kebencian, kamu tetap bisa peduli terhadap situasi sosial, tapi nggak membiarkan diri sendiri tenggelam dalam kemarahan. Ini bukan soal memendam emosi, tapi mengelola emosi dengan cerdas. Dan ini adalah bentuk paling keren dari keberanian digital.

Cara Menyikapi Hate Speech ala Stoikisme di Media Sosial

Setelah tahu dasar-dasar stoikisme, sekarang waktunya untuk aplikasikan langsung di kehidupan sehari-hari, terutama saat berhadapan dengan konten negatif atau komentar penuh kebencian.

1. Jangan Langsung Merespons – Ambil Jeda

Sering kali, orang terpancing membalas komentar jahat secara impulsif. Padahal, stoikisme ngajarin untuk ambil jeda. Tarik napas, evaluasi, baru ambil keputusan. Respon yang terburu-buru justru sering bikin masalah makin runyam.

Gunakan momen itu untuk refleksi. Apakah komentar tersebut layak dibalas? Atau lebih baik diabaikan dan dilaporkan?

2. Blokir, Laporkan, dan Lanjutkan Hidup

Salah satu cara menyikapi hate speech yang paling efektif adalah dengan memanfaatkan fitur yang ada di platform. Gunakan tombol block dan report. Jangan ragu melindungi ruang digital pribadi.

Nggak semua hal harus dihadapi langsung. Kadang langkah bijak adalah mundur, bukan karena kalah, tapi karena sadar bahwa energi lebih baik digunakan untuk hal lain.

3. Edukasi Lewat Teladan

Kalau kamu punya platform atau pengaruh, gunakan untuk menyebarkan energi positif. Bukan dengan menggurui, tapi dengan menunjukkan lewat tindakan. Jawaban bijak terhadap komentar jahat bisa jadi inspirasi buat banyak orang.

Dan ya, ini juga bagian dari cara menyikapi hate speech: dengan tidak membalas kebencian dengan kebencian, tapi dengan kekuatan karakter.

Menghadapi dunia digital butuh lebih dari sekadar filter kamera—perlu filter mental juga. Stoikisme hadir bukan cuma sebagai teori klasik, tapi solusi nyata buat generasi sekarang. Dengan memahami dan menerapkan stoikisme, kamu bisa punya mental baja dalam menyikapi segala bentuk hate speech.

Ingat, cara menyikapi hate speech yang baik bukan hanya soal merespons, tapi juga soal melindungi diri, membangun karakter, dan menciptakan ruang digital yang sehat. Di tengah ribuan komentar, jadilah suara yang tenang, kuat, dan penuh makna.

Untuk berita bisnis dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Leave a Comment

Related Post