Creativestation.id – Harga minyak dunia naik dalam beberapa hari terakhir, imbas dari memanasnya konflik bersenjata antara Israel dan Iran. Ketegangan yang meningkat di kawasan Timur Tengah tidak hanya memunculkan kekhawatiran global, tetapi juga mengguncang pasar energi. Kenaikan harga minyak ini dipicu oleh kekhawatiran terganggunya distribusi minyak mentah dari kawasan tersebut, yang selama ini menjadi penopang utama pasokan energi dunia.
Ketegangan Timur Tengah Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia
Konflik yang kembali pecah antara Israel dan Iran pada pertengahan Juni 2025 langsung berdampak ke pasar global. Pada Senin (16/6), harga minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Agustus 2025 melonjak 2,8% menjadi US$76,29 per barel.
Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 2,7% menjadi US$74,95 per barel. Lonjakan ini memperpanjang tren kenaikan yang terjadi sejak akhir pekan lalu, yang sebelumnya sempat menyentuh 7% dalam satu hari perdagangan.
Ketakutan pasar terhadap potensi gangguan ekspor minyak dari kawasan Timur Tengah, terutama dari Selat Hormuz—jalur laut penting yang dilintasi sekitar 20% perdagangan minyak dunia—menjadi salah satu pemicu utama. Apalagi, serangan saling balas antara kedua negara dikabarkan telah menyebabkan kerusakan infrastruktur energi dan korban jiwa dari pihak sipil.
Iran yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar dunia dan anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak), memproduksi sekitar 3,3 juta barel minyak per hari. Bila konflik berkepanjangan dan berdampak pada produksi maupun ekspor mereka, maka harga minyak dunia berpotensi naik lebih tinggi lagi dalam waktu dekat.
Harga Minyak Dunia Naik, Indonesia Terancam Tekor
Sebagai negara yang masih mengimpor sekitar 813.000 barel minyak mentah dan bahan bakar setiap hari, Indonesia sangat rentan terkena dampak dari lonjakan harga ini. Kenaikan harga minyak dunia otomatis memperbesar beban subsidi energi di dalam negeri, terutama untuk BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar.
“Pemerintah Indonesia seringkali menetapkan harga BBM bersubsidi (seperti Pertalite atau Solar) di bawah harga pasar internasional untuk menjaga daya beli masyarakat,” ungkap Wahyu Tribowo Laksono, pengamat komoditas.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Menguat Tipis di Tengah Ketidakpastian Negosiasi AS-China
Ia juga menambahkan bahwa ketika harga minyak dunia naik, selisih antara harga pasar dan harga jual subsidi menjadi lebih besar. “Ini berarti beban subsidi yang harus dibayarkan dari APBN akan membengkak secara signifikan,” jelas Wahyu.
Dampaknya tidak berhenti sampai di subsidi. Indonesia yang masih bergantung pada pasokan minyak luar negeri juga berisiko mengalami pembengkakan biaya impor. “Dengan kenaikan harga minyak, nilai impor migas Indonesia akan meningkat tajam. Ini akan membebani neraca pembayaran dan dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar Rupiah,” tambahnya.
Risiko Inflasi dan Pentingnya Energi Mandiri
Kenaikan harga minyak dunia turut memicu kenaikan biaya logistik dan transportasi, yang akhirnya dapat memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Pemerintah pun harus sigap dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan perlindungan terhadap ekonomi rumah tangga.
Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho menyoroti perlunya percepatan menuju ketahanan energi nasional. “Energi swasembada tak sekadar opsi kini, melainkan suatu keperluan nasional yang mendesak,” tegas Fathul. Ia menambahkan bahwa cadangan minyak nasional Indonesia saat ini hanya cukup untuk 22 hari konsumsi, jauh dari standar global.
Menurutnya, “Idealnya harus dinaikkan setidaknya menjadi 30 hari. Ini akan memberikan pemerintah ruang gerak untuk membeli stok saat harga minyak murah dan bersiap-siap terhadap kenaikan harga layaknya yang kita hadapi sekarang.”
Kondisi ini menjadi sinyal penting bahwa Indonesia tidak bisa terus bergantung pada energi impor. Program diversifikasi energi dan peningkatan kapasitas penyimpanan perlu menjadi fokus utama ke depan.
Harga minyak dunia naik bukan sekadar isu pasar, tapi persoalan strategis yang berdampak langsung ke ekonomi Indonesia. Selama masih bergantung pada pasokan energi luar negeri, setiap konflik global bisa berarti lonjakan biaya subsidi, tekanan fiskal, dan naiknya harga kebutuhan pokok. Saatnya Indonesia serius memperkuat ketahanan energi agar tidak terus-terusan terpukul oleh turbulensi dunia.
Untuk berita bisnis dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment