creativestation.id – Generasi Z—mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012—tumbuh di tengah perkembangan teknologi, krisis iklim, dan ketidakpastian ekonomi global. Menariknya, di tengah dunia yang penuh distraksi dan overinformasi, muncul tren kuat: hidup minimalis namun tetap estetik.
Pertanyaannya, kenapa Gen Z suka hidup minimalis tapi estetik? Apakah ini sekadar tren Instagram atau ada alasan psikologis dan sosial yang lebih dalam? Artikel ini mengulas lengkap mulai dari data, budaya, hingga dampaknya dalam kehidupan sehari-hari Gen Z.
Minimalisme: Respons terhadap Kehidupan Serba Cepat dan Penuh Tekanan
Gen Z dibesarkan di era information overload. Media sosial, berita buruk global, dan standar hidup tinggi menciptakan tekanan psikologis. Hidup minimalis menjadi cara untuk menyederhanakan pilihan dan meredakan stres.
Menurut survei Deloitte Global 2024, lebih dari 62% Gen Z mengatakan mereka merasa stres akibat ekspektasi sosial dan tekanan ekonomi. Hidup minimalis memberi rasa kendali dan ketenangan.
Contoh praktik:
-
Lemari kapsul (capsule wardrobe)
-
Ruangan tanpa clutter
-
Konsumsi lebih sedikit namun berkualitas
Estetika sebagai Media Ekspresi dan Personal Branding
Bagi Gen Z, estetika bukan soal gaya semata, tapi cara mengekspresikan identitas. Di dunia digital, visual adalah bahasa utama. Estetika minimalis mencerminkan kedewasaan, mindfulness, dan “taste” yang sophisticated.
Instagram & TikTok berperan besar. Feed yang bersih, palet warna netral, hingga gaya flatlay menjadi standar visual Gen Z.
Menurut laporan Hootsuite 2025, 58% Gen Z lebih tertarik pada konten visual minimalis dengan tone soft atau natural.
Pengaruh Ekonomi dan Lingkungan: Konsumsi yang Lebih Sadar
Banyak Gen Z menghadapi kenyataan ekonomi sulit: harga properti tinggi, utang pendidikan, dan krisis iklim. Hidup minimalis bukan hanya pilihan gaya hidup, tapi respons terhadap realitas ekonomi dan lingkungan.
Data dari McKinsey (2024):
-
45% Gen Z mengurangi konsumsi fashion cepat (fast fashion) demi keberlanjutan
-
68% lebih memilih produk lokal, handmade, atau ramah lingkungan
Estetika minimalis mendukung keberlanjutan: lebih sedikit barang = lebih sedikit limbah.
Digital Decluttering: Ruang Virtual pun Harus Rapi dan Estetik
Tak hanya di dunia nyata, Gen Z juga membersihkan dan menata ruang digital mereka:
-
Folder Google Drive yang rapi
-
Notes aesthetic
-
Widget HP yang serasi
-
Wallpaper clean design
Mengapa? Karena pikiran yang jernih dimulai dari tampilan yang rapi. Ini juga berdampak langsung ke produktivitas.
Penelitian oleh Harvard Business Review (2023) menunjukkan bahwa ruang kerja dan ruang digital yang tertata meningkatkan efisiensi kerja hingga 20%.
Minimalisme = Produktivitas + Fokus
Hidup minimalis membuat Gen Z bisa lebih fokus pada apa yang penting—baik pekerjaan, hubungan, maupun waktu untuk diri sendiri. Mereka memilih mengurangi distraksi visual dan barang tak penting agar bisa meningkatkan kualitas hidup.
Contoh gaya hidup:
-
One task at a time
-
Journaling dengan gaya aesthetic
-
Waktu layar yang dikurangi
-
Fokus pada quality over quantity dalam relasi sosial
Kutipan menarik dari Marie Kondo:
“The question of what you want to own is actually the question of how you want to live your life.”
Baca juga : Begini Cara Gen Z Bikin Skincare Jadi Self‑Care Mindful
Estetika Minimalis adalah Strategi Bertahan dan Berkembang
Kenapa Gen Z suka hidup minimalis tapi estetik? Jawabannya tidak hanya karena tren, tapi karena ini adalah respons terhadap dunia yang kompleks dan cepat berubah. Gaya hidup ini memberi ketenangan, ekspresi diri, keberlanjutan, dan produktivitas dalam satu paket.
Mereka tidak sekadar “ikut tren”, melainkan sadar bahwa kesederhanaan bisa membawa kedalaman. Dan di dunia serba digital, cara Gen Z menata hidupnya dengan estetika adalah bentuk modern dari self-care dan kontrol diri.
Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment