Tantangan Gen Z di Era Modern dari Krisis Pekerjaan hingga Risiko Pengangguran

Alfitra Nurramadhani

September 26, 2025

6
Min Read
Tantangan Gen Z di Era Modern dari Krisis Pekerjaan hingga Risiko Pengangguran
Tantangan Gen Z di Era Modern dari Krisis Pekerjaan hingga Risiko Pengangguran

Creativestation.idGenerasi Z atau Gen Z, yang kini mencapai puncaknya dalam memasuki usia produktif, menjadi sorotan utama dalam pembahasan dinamika dunia kerja di Indonesia.

Dengan jumlah populasi yang sangat besar—mencapai sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia—mereka membawa potensi besar untuk menggerakkan roda perekonomian nasional.

Namun, jika fenomena bonus demografi ini tidak dikelola secara cermat dan strategi penciptaan lapangan kerja tidak berjalan efektif, potensi emas tersebut justru bisa berubah menjadi tantangan serius, bahkan meningkatkan risiko pengangguran akut yang berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi negara.

Fenomena ini telah memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, mulai dari politisi, akademisi, hingga praktisi industri.

Kesenjangan antara jumlah tenaga kerja muda yang melimpah dengan ketersediaan lapangan kerja yang terbatas menciptakan tekanan struktural yang harus segera diatasi.

Bonus Demografi Mengancam Kesejahteraan

Bonus demografi sering dipandang sebagai berkah karena rasio ketergantungan (jumlah penduduk usia non-produktif dibandingkan usia produktif) berada di titik terendah.

Namun, anggapan berkah ini memiliki prasyarat yang ketat: harus ada lapangan kerja yang cukup untuk menyerap gelombang tenaga kerja baru.

Menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Gamal Albinsaid, kelebihan suplai tenaga kerja, jika tidak diimbangi dengan permintaan pasar, dapat menekan kesejahteraan secara keseluruhan.

Hal ini bisa terlihat dari beberapa indikator negatif:

  1. Rendahnya Upah: Persaingan yang sangat ketat membuat perusahaan dapat membayar upah minimum atau bahkan di bawah standar, menekan daya beli Gen Z.
  2. Meningkatnya Angka Pengangguran: Jumlah lulusan baru yang tidak terserap menyebabkan angka pengangguran terbuka terus meningkat, terutama di kalangan usia muda.
  3. Meluasnya Pekerjaan Informal: Banyak Gen Z terpaksa mengambil pekerjaan informal atau pekerjaan berbasis gig economy yang sering kali tidak memberikan jaminan sosial, asuransi kesehatan, atau kepastian karier jangka panjang.

“Jika kita tidak hati-hati, bonus demografi ini bisa menjadi bencana. Kita akan punya banyak anak muda yang produktif secara usia, tetapi menganggur secara ekonomi, dan ini adalah bom waktu sosial,” tegas Gamal Albinsaid dalam sebuah diskusi publik mengenai ketenagakerjaan.

Kesenjangan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Lapangan Kerja

Tantangan struktural terbesar terletak pada ketidakmampuan pertumbuhan ekonomi nasional dalam menciptakan lapangan kerja yang sebanding dengan laju pertambahan tenaga kerja.

Data historis menunjukkan adanya penurunan drastis dalam elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).

Dahulu, pertumbuhan ekonomi 1% bisa menciptakan sekitar 500 ribu hingga 600 ribu lapangan kerja baru. Namun kini, angka tersebut menurun drastis, diperkirakan hanya mampu menciptakan sekitar 200 ribu lapangan kerja untuk tingkat pertumbuhan yang sama.

Penurunan elastisitas ini disebabkan oleh berbagai faktor:

  • Otomatisasi dan Teknologi: Industri-industri padat karya mulai beralih ke otomatisasi untuk efisiensi, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual.
  • Perubahan Struktur Ekonomi: Perekonomian bergeser dari sektor manufaktur yang padat karya ke sektor jasa dan digital yang lebih padat modal dan keterampilan (skill-intensive).

Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif, ledakan jumlah tenaga kerja muda, termasuk Gen Z, akan sulit terserap secara optimal di pasar kerja formal jika tidak ada intervensi kebijakan yang masif dan terarah.

Karakter Unik Gen Z dan Kebutuhan Bimbingan

Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda signifikan dibanding generasi sebelumnya. Mereka lahir dan tumbuh di era internet, menjadikan mereka generasi digital native sejati.

  • Adaptif Terhadap Teknologi: Mereka cepat menguasai aplikasi dan platform baru.
  • Mencari Fleksibilitas: Mereka cenderung memilih pekerjaan yang menawarkan jam kerja fleksibel, seperti freelance atau pekerjaan berbasis proyek (gig worker), karena menghargai keseimbangan hidup dan kerja (work-life balance).
  • Membutuhkan Bimbingan Intensif: Meskipun melek teknologi, banyak Gen Z yang kurang memiliki soft skills yang penting untuk lingkungan kerja formal, seperti komunikasi interpersonal, disiplin waktu, dan ketahanan dalam menghadapi tekanan.

Beberapa riset menunjukkan bahwa perusahaan maupun lembaga pelatihan kerja dituntut untuk menyesuaikan strategi dalam membekali generasi ini.

Pelatihan harus menyentuh tidak hanya hard skills tetapi juga soft skills agar mereka dapat bertahan di lingkungan kerja yang terstruktur.

Baca Juga: Lifestyle Gen Z sebagai Pendorong Inovasi Menu dan Konsep Coffeeshop

Urgensi Keahlian Digital dan Teknologi

Di era digital dan Industri 4.0, kemampuan teknologi bukan lagi sekadar nilai tambah, tetapi menjadi kunci utama untuk bertahan.

Gen Z di Indonesia dituntut menguasai keterampilan baru yang relevan dengan masa depan, seperti:

  • Kecerdasan Buatan (AI) dan Pembelajaran Mesin (Machine Learning)
  • Analisis Data (Data Science)
  • Coding dan Pengembangan Aplikasi (Software Development)
  • Keamanan Siber (Cybersecurity)

Sayangnya, masih banyak tenaga kerja di Indonesia yang tertinggal dalam hal produktivitas dan kompetensi digital. Kondisi ini menyebabkan daya saing tenaga kerja lokal kalah dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain yang lebih siap.

Jika kesenjangan kompetensi ini terus melebar, peluang kerja yang muncul dari transformasi digital akan diisi oleh talenta asing, sementara Gen Z lokal terpinggirkan.

Peran Kunci Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

Lembaga pelatihan kerja seperti Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) memiliki peran krusial dalam menjawab tantangan ini.

BBPVP tidak hanya bertugas menyediakan pelatihan berbasis kompetensi, tetapi juga diharapkan menciptakan sistem pendampingan berkelanjutan yang menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

Gamal Albinsaid menekankan bahwa pelatihan sebaiknya tidak berhenti pada pemberian materi saja.

“Fasilitas yang nyaman, lingkungan belajar yang mendukung, serta pendampingan berkelanjutan akan memastikan keterampilan yang diperoleh benar-benar bermanfaat dan terserap di dunia kerja,” katanya.

Pelatihan harus menghasilkan lulusan yang siap kerja (job ready) dan siap beradaptasi (future ready).

Pentingnya Kolaborasi Multi Pihak

Menghadapi tantangan Gen Z tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Dibutuhkan kolaborasi erat dari berbagai pihak:

  1. Dunia Usaha (Perusahaan): Memberikan kesempatan magang dan mentorship yang nyata, serta berpartisipasi aktif dalam merumuskan kurikulum pelatihan yang sesuai kebutuhan industri.
  2. Lembaga Pendidikan (Universitas dan SMK): Memperkuat kurikulum praktis dan kompetensi digital, serta mendorong link and match dengan industri.
  3. Pemerintah: Mendukung dengan kebijakan insentif bagi perusahaan yang merekrut tenaga kerja muda dan berinvestasi pada pelatihan vokasi.
  4. Masyarakat dan Keluarga: Mendorong Gen Z untuk tidak hanya berorientasi mencari kerja, tetapi juga menciptakan lapangan kerja melalui kewirausahaan dan inovasi.

Dengan langkah-langkah kolaboratif tersebut, Gen Z tidak hanya akan terhindar dari krisis pekerjaan, tetapi juga mampu membawa Indonesia menuju masa depan ekonomi yang lebih kuat.

Generasi ini bisa menjadi motor penggerak pembangunan bila diberi ruang, bekal keterampilan, dan peluang yang tepat. Kegagalan dalam memberdayakan Gen Z saat ini akan menjadi risiko besar bagi masa depan Indonesia.

Ikuti terus cerita inspiratif, inovasi lokal, dan aksi sosial berdampak hanya di Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Baca Juga: Keren! Nenek Ini Fasih Bahasa Jepang, Bahkan Bisa Nyanyi Gunakan Bahasa Jepang

Leave a Comment

Related Post