Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata

Dicky Wicaksono

September 10, 2025

6
Min Read
Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata (Instagram/@sumargodenny)
Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata (Instagram/@sumargodenny)

MALANG – Saya menulis ini karena lelah. Setiap kali membuka media sosial, yang muncul di beranda bukan kabar baik tentang perbaikan hidup rakyat, melainkan perang simbol. Isunya sepele, tetapi jadi ramaI, yaitu pink vs hijau. Yang satu mengaku berani, yang lain mengaku peduli. Belum lagi ada yang memilih merah putih, justru malah diserbu.

Situasi ini membuat saya bertanya-tanya, apakah negara kita sudah berubah jadi forum desain grafis? Semua orang ribut soal warna, seolah-olah di balik warna itu terkandung penyelamat bangsa. Padahal, kalau ditanya apa substansinya, sebagian besar diam. Yang terjadi bukan diskusi, tapi saling serang antar simbol.

Maaf, saya perlu mengeluh. Ini bukan soal Denny Sumargo atau siapa pun yang mengubah foto profil menjadi pink, hijau, atau merah putih. Ini tentang kita semua yang semakin hari semakin jauh dari isu-isu penting, karena sibuk berdebat simbolik. Pertanyaannya sederhana, kamu pikir bangsa ini bisa merdeka dari ketidakadilan hanya dengan mengganti foto profil? Tidak. Sungguh tidak.

Simbol Itu Penting, Tapi Bukan Segalanya

Saya tidak menolak simbol. Tentu saja simbol penting sebagai tanda dan pengingat. Bendera, warna, lambang, itu semuanya adalah cara cepat untuk menyampaikan pesan. Simbol bisa memicu kesadaran, bisa membangkitkan emosi, dan bisa menjadi pengikat solidaritas. Tetapi simbol hanyalah pintu gerbang, bukan rumahnya.

Bayangkan simbol seperti spanduk di depan warung. Spanduk bisa terang benderang, warnanya bisa mencolok, slogannya bisa mengundang. Tapi kalau ketika masuk ke dalam warung ternyata kosong melompong, maka spanduk itu tidak lebih dari hiasan. Begitu pula simbol. Jika tidak diikuti langkah nyata, maknanya hampa.

Kamu boleh memasang profil pink, hijau, atau merah putih. Tapi jika itu hanya ikut-ikutan, tanpa bertanya “apa kontribusi saya?”, kamu tidak sedang berjuang. Kamu hanya ikut meramaikan. Simbol yang kosong tidak membawa perubahan, hanya menambah riuh.

Simbol Itu Menempel, Substansi Itu Mengakar

Masalah kita adalah terlalu sering diajari berpikir dangkal. Kita mudah tersentuh oleh warna, caption, dan gestur, tetapi enggan berpikir tentang sistem dan struktur yang menindas rakyat. Kita lupa mencari siapa aktor di balik layar yang sesungguhnya harus disorot.

Padahal, setiap warna punya cerita. Pink menjadi simbol karena ada seorang ibu yang berani berdiri di depan aparat. Hijau menjadi simbol karena mewakili korban driver ojol yang diinjak kekuasaan. Merah putih seharusnya melambangkan kita semua, apa pun posisi politiknya. Namun, dari simbol-simbol itu, pertanyaan pentingnya tetap sama, apa yang kamu lakukan setelahnya?

Apakah kamu berdonasi untuk korban? Membagikan informasi tentang pelanggaran HAM? Membaca draf RUU supaya tidak kecolongan aturan yang merugikan rakyat? Mengawal isu agar tidak tenggelam ditelan berita baru? Jika jawabannya tidak, maka simbol hanya berhenti di layar gawai.

Kamu Mau Perjuangan, atau Sekadar Tren?

Yang saya khawatirkan, kita lebih tergoda tren daripada pergerakan. Kita mencari yang cepat, viral, dan mudah dipamerkan, tetapi enggan memikirkan yang rumit dan jangka panjang. Simbol memang gampang dipakai karena terlihat jelas. Tapi perjuangan sejati sering tidak terlihat, tidak glamor, bahkan tidak populer.

Perjuangan itu adalah mengurus data, meneliti sejarah, menulis surat ke DPR, melapor ke Komnas HAM, hingga menggalang dana untuk korban. Itu semua butuh tenaga, waktu, dan konsistensi. Tidak ada “like” atau “retweet” instan yang bisa membuatmu terlihat keren. Tapi di situlah letak perubahan nyata.

Celakanya, kita sering lebih peduli pada siapa yang berbicara daripada apa yang dibicarakan. Akibatnya, orang yang seharusnya didukung justru diserang, hanya karena dia memilih cara ekspresi berbeda. Kamu teriak “tidak peduli”, padahal bisa jadi dia bekerja diam-diam di balik layar lebih keras daripada kamu.

Dulu Kita Juga Pernah Ribut Hal Receh

Kalau kamu ingat, dulu kita juga pernah sibuk dengan hal remeh. Kita ribut soal pakaian adat capres, soal siapa yang menyalami duluan, soal gaya bicara yang dianggap tidak nasionalis. Kita terlalu fokus pada kulit luar, tapi lupa menyoal isi kepala.

Padahal yang lebih penting adalah apa program pangan mereka? Bagaimana strategi energi terbarukan? Apa rencana menghadapi kartel pangan dan mafia tambang?

Baca Juga: Militer Kok Ikut Urusan Sipil? Kasus Ferry Irwandi Jadi Alarm Serius

Apakah mereka berencana membatasi kekuasaan aparat, atau justru memperkuatnya? Semua itu isu substansi, yang jauh lebih menentukan masa depan kita.

Sayangnya, debat kita berhenti di simbolis, bukan sistemis. Kita terjebak di level dangkal. Padahal jika mau jujur, substansi memang menyakitkan. Tapi hanya substansi yang bisa menjadi obat.

Substansi Itu Berat, Tapi Obatnya Ada di Situ

Saya paham, simbol lebih mudah diperdebatkan. Tidak rumit, cepat menimbulkan reaksi, dan gampang mendapat pembelaan. Tetapi perubahan tidak pernah lahir dari ribut simbol. Ia lahir dari konsistensi menekan sistem agar lebih adil.

Kalau kamu marah karena ada korban diinjak, maka marahlah juga saat aparat pelanggar tidak diadili. Kalau kamu pasang foto profil pink, jangan lupa juga menagih ke lembaga hukum agar kasus korban ditindaklanjuti. Kalau kamu peduli pada ojek online yang jadi korban, dorong juga pemerintah membuat regulasi perlindungan kerja informal.

Jika semua itu tidak dilakukan, maka ganti foto profil hanyalah pamer simpati. Ia tidak mengubah keadaan. Ia hanya tren, bukan perjuangan.

Mari Kita Lihat Lebih Dalam

Kita mudah teralihkan karena terbiasa dicekoki simbol sejak kecil. Dari bendera, jargon, hingga quotes pahlawan, itu semuanya dikemas indah. Tapi kita jarang diajari untuk bertanya “kenapa rakyat bisa menderita?”

Simbol akhirnya justru dipakai untuk menutup borok. Koruptor bicara soal nasionalisme, pejabat pencitraan mengutip Bung Hatta, tapi kelakuannya kolonial. Itulah yang membuat simbol kehilangan makna. Simbol seharusnya pintu masuk menuju makna, bukan penutup makna.

Saya tahu, niat kamu baik. Kamu ingin menunjukkan kepedulian. Tapi jangan berhenti di situ. Jadikan simbol sebagai titik awal perjuangan, bukan titik akhir. Jangan pula menyerang orang lain hanya karena ekspresinya berbeda.

Jangan Mau Disetir Tren

Jika kamu ingin bangsa ini sehat, maka kamu harus sehat dulu. Bedakan simbol yang membangkitkan semangat dengan simbol yang sekadar tipu daya. Jangan mudah terbakar oleh warna, jangan cepat menolak hanya karena gaya berbeda.

Lihatlah isi kepala dan isi perut rakyat, bukan isi frame Instagram. Ingat, tidak semua perbedaan berarti lawan. Kadang orang yang terlihat berbeda justru yang paling peduli padamu. Jadi, sebelum menyerang orang karena tidak pakai warna sama, tanyakan dulu, apakah dia benar-benar cuek, atau punya cara lain?

Simbol memang penting, tapi isi lebih penting. Jangan buang energi untuk menilai siapa paling nasionalis dari warna profil. Fokus pada korban, sudah ditangani atau belum? Aparat sudah diaudit atau belum? Isu sudah dikawal atau belum?

Simbol Harus Ada Isi

Yang negeri ini butuhkan bukan warna-warni, melainkan orang-orang yang konsisten memperjuangkan keadilan dari akar hingga cabang. Kamu boleh tampil dengan simbol apa pun. Tapi kesadaran sosial, akhlak politik, dan konsistensi itu tidak bisa dipalsukan.

Merah putih bukan sekadar warna di foto profil. Ia adalah komitmen untuk menjaga negeri dari mereka yang pura-pura menjadi pahlawan, padahal sebenarnya pelaku perampokan.

Dan jika kita ingin negeri ini benar-benar berubah, maka hentikan energi untuk ribut soal warna. Saatnya melangkah lebih jauh dengan mengawal isu, menjaga korban, dan melawan sistem yang menindas.

Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata (Instagram/@sumargodenny)
Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata (Instagram/@sumargodenny)

Baca Juga: Ferry Irwandi Dilaporkan Jenderal TNI ke Polda Metro atas Dugaan Pidana: Negara Takut Ide atau Anak Muda?

  1. […] Baca Juga: Ribut Pink Hijau dan Merah Putih Tidak Akan Mengubah Nasib Bangsa Tanpa Aksi Nyata […]

Leave a Comment

Related Post