Resiliensi pada Remaja: Apakah Generasi Muda Cepat Bangkit?

Ratih S

July 8, 2025

5
Min Read
Resiliensi pada remaja, kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan kemalangan (Ledesma, 2014).
Resiliensi pada remaja, kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan kemalangan (Ledesma, 2014).

Creativestation.id – Di era serba cepat seperti sekarang, generasi muda berada di tengah badai informasi, tekanan sosial, dan tuntutan hidup yang kadang sulit dijinakkan. Banyak yang bertanya-tanya, apakah remaja hari ini masih bisa bangkit ketika diterpa masalah? Apakah mereka cukup kuat untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks? Kunci dari semua itu ada pada satu kata: resiliensi pada remaja.

Apa Itu Resiliensi dan Mengapa Penting untuk Remaja?

Resiliensi atau resilience bukan sekadar soal bertahan hidup dalam kesulitan, tapi tentang bagaimana seseorang bisa bangkit, tumbuh, bahkan menjadi lebih kuat setelah melewati masalah.

Remaja masa kini menghadapi tantangan yang jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya. Dari tekanan akademik, perundungan siber, krisis identitas, hingga masalah kesehatan mental—semuanya datang bersamaan. Oleh karena itu, membangun resiliensi pada remaja menjadi hal yang sangat penting.

Yuk, lanjut baca untuk tahu lebih dalam tentang bentuk resiliensi dan apa saja yang bisa bantu remaja buat bangkit lebih cepat.

Baca Juga: FOMO Bisa Bikin Gila? Ini Dampaknya pada Kesehatan Mental Gen Z yang Wajib Kamu Tahu!

1. Tantangan Zaman Digital dan Dampaknya pada Mental Remaja

Gawai di tangan dan media sosial di setiap detik bikin hidup terasa penuh tekanan, setuju? Walau teknologi bermanfaat, ternyata efek sampingnya juga nyata.

Remaja sekarang lebih gampang cemas, takut ketinggalan (FOMO), dan sering membandingkan diri dengan pencapaian orang lain yang terlihat di layar. Menurut Riskesdas 2022, sekitar 15,8% remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental—angka yang enggak bisa dianggap enteng. Banyak dari mereka merasa cemas atau bahkan depresi tanpa tahu harus bagaimana.

Sayangnya, alih-alih menghadapi masalah dengan reflektif, kebanyakan remaja malah terburu-buru mencari solusi instan. Padahal, salah satu kunci resiliensi pada remaja justru terletak pada kemampuan untuk berpikir jernih dan mendalam sebelum mengambil keputusan.

2. Berpikir Mendalam: Cara Ampuh Meningkatkan Daya Tahan Mental

Berpikir mendalam (deep thinking) bukan berarti jadi overthinking. Ini soal mengambil jeda untuk memahami perasaan dan menyusun langkah secara lebih bijak. Saat remaja dilatih untuk merenung, mereka bisa menemukan akar masalah dan menyusun solusi yang lebih matang.

Contoh sederhana? Menulis jurnal atau catatan harian bisa bantu banget. Dengan refleksi rutin 10–15 menit, terbukti tingkat kecemasan bisa menurun hingga 35%. Bahkan beberapa remaja merasa lebih bisa mengendalikan emosinya hanya dengan kebiasaan ini. Ini jadi bukti nyata bahwa resiliensi pada remaja bisa diperkuat dengan pendekatan yang sederhana tapi konsisten.

Bagaimana Remaja Bisa Bangkit Lebih Cepat?

Kalau tadi sudah bahas tantangan dan pentingnya refleksi, sekarang saatnya fokus ke strategi konkret untuk membangun resiliensi. Di bagian ini, ada tiga pendekatan yang bisa jadi “senjata” generasi muda untuk menghadapi tekanan dan bangkit lebih cepat.

1. Berpikir Damai: Menyelesaikan Masalah Tanpa Meledak

Konflik di dunia nyata atau dunia maya kadang muncul tiba-tiba. Dan sayangnya, banyak remaja menyikapinya dengan dua cara ekstrem: marah atau menghindar. Padahal, ada cara yang lebih bijak—yaitu berpikir damai (peace thinking).

Berpikir damai bukan berarti menyerah atau diam saja, tapi belajar menyelesaikan masalah lewat empati dan komunikasi sehat. Salah satu contohnya adalah program mediasi teman sebaya di sekolah. Program ini bantu remaja menyelesaikan konflik lewat dialog terbuka. Hasilnya? Konflik antar siswa bisa turun sampai 45%, dan yang ikut program juga jadi lebih percaya diri menghadapi masalah pribadi.

Nah, ini bukti lain kalau resiliensi pada remaja enggak melulu soal “tahan banting”, tapi juga tentang bagaimana menghadapi situasi sulit dengan hati yang tenang dan kepala dingin.

2. Dukungan Lingkungan: Keluarga dan Teman Itu Penting

Punya support system yang kuat ternyata bisa bikin perbedaan besar. Remaja yang dekat dengan keluarganya, punya teman yang suportif, dan merasa diterima di lingkungannya, cenderung punya tingkat resiliensi yang lebih tinggi.

Bahkan, hanya dengan percakapan terbuka bersama orang tua atau mentor, remaja bisa merasa lebih tenang dan dimengerti. Hal-hal kecil seperti dipeluk saat sedih, diberikan semangat ketika gagal, atau didengar saat curhat, itu bisa membentuk resiliensi pada remaja secara perlahan tapi pasti.

Jadi, jangan remehkan kekuatan interaksi manusia. Kadang, dukungan emosional jauh lebih ampuh dari nasihat panjang lebar.

3. Peluang Berkontribusi: Biar Nggak Cuma Jadi Penonton

Remaja butuh ruang untuk merasa berarti. Ketika diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, memimpin proyek, atau terlibat dalam kegiatan sosial, kepercayaan diri mereka ikut tumbuh.

Misalnya ikut organisasi di sekolah, jadi sukarelawan, atau bahkan memulai inisiatif kecil seperti kampanye lingkungan di media sosial. Dengan terlibat aktif, remaja belajar menghadapi tantangan secara langsung, mengasah kreativitas, dan membentuk rasa tanggung jawab. Semua itu membentuk karakter yang lebih tangguh.

Aktivitas semacam ini adalah lahan subur untuk menumbuhkan resiliensi pada remaja, karena mereka belajar dari pengalaman nyata, bukan hanya teori.

Resiliensi Bukan Bakat, Tapi Keterampilan yang Bisa Dilatih

Penting untuk paham bahwa resiliensi bukan sesuatu yang “cuma dimiliki oleh orang kuat”. Semua orang, termasuk kamu, bisa melatihnya. Sama seperti otot, semakin sering dilatih, semakin kuat jadinya.

Beberapa cara sederhana yang bisa mulai diterapkan:

  • Latihan mindfulness atau meditasi ringan
  • Menulis jurnal perasaan
  • Diskusi terbuka dengan teman atau orang dewasa
  • Membangun rutinitas positif
  • Mengurangi waktu layar dan meningkatkan interaksi langsung

Dan yang paling penting: jangan takut gagal. Setiap kegagalan itu pelajaran. Remaja yang bisa belajar dari kegagalan punya peluang lebih besar untuk tumbuh jadi pribadi tangguh di masa depan.

Resiliensi pada remaja bukan hanya tentang “survive”, tapi juga “thrive”—tumbuh dan berkembang di tengah tekanan. Dunia memang enggak mudah, tapi remaja yang punya kemampuan berpikir mendalam, menyelesaikan konflik dengan damai, dan mendapat dukungan sekeliling, punya peluang besar untuk cepat bangkit.

Kamu tidak harus jadi sempurna. Yang penting adalah tetap belajar, mencoba, dan percaya bahwa setiap tantangan bisa jadi batu loncatan menuju versi diri yang lebih kuat.

Untuk berita bisnis dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

  1. […] Baca Juga:Resiliensi pada Remaja: Apakah Generasi Muda Cepat Bangkit? […]

Leave a Comment

Related Post