MALANG – Gelombang protes yang meluas di berbagai kota di Indonesia belakangan ini tidak muncul secara tiba-tiba.
Berdasarkan catatan, ada sejumlah peristiwa yang menjadi pemicu kemarahan rakyat sejak 2023 hingga 2025, mulai dari kebijakan politik, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga kasus dugaan korupsi dan krisis ekonomi.
Salah satu titik awal yang memicu kontroversi terjadi pada 16 Oktober 2023, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan presiden-wakil presiden yang kemudian membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Memasuki 2024, ketidakpuasan publik semakin bertambah. 14 November 2024, pemerintah resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai Januari 2025.
Tak lama berselang, pada 22 Januari 2025, pemerintah memangkas anggaran jilid I sebesar Rp306,7 triliun, sementara DPR memutuskan membahas ulang RUU KUHP dari awal.
Awal 2025 ditandai dengan lonjakan harga beras, larangan penjualan LPG 3 kg di pengecer, hingga revisi UU TNI dan Polri.
Pada Februari 2025, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina semakin memperkeruh suasana.
Situasi diperparah dengan gelombang PHK massal di berbagai sektor industri, maraknya kasus keracunan dalam program MBG, serta kenaikan utang luar negeri yang mencapai Rp7.144,6 triliun pada Mei 2025.
Berbagai kebijakan lain seperti pembagian jabatan komisaris BUMN, proyek penulisan ulang sejarah Indonesia versi pemerintah, hingga isu tanah kosong di Raja Ampat juga menuai kritik keras.
Kemarahan rakyat semakin membesar pada Agustus 2025, setelah mencuat isu tunjangan rumah DPR Rp50 juta/bulan, krisis kenaikan PBB, hingga tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas dalam aksi demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025. Tragedi ini memicu eskalasi protes di berbagai daerah.
Rangkaian kasus tersebut memperlihatkan akumulasi kekecewaan publik terhadap pemerintah dan DPR, mulai dari kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat, beban ekonomi yang meningkat, hingga kasus-kasus yang mencerminkan lemahnya tata kelola negara.
Baca Juga: Dua Nyawa, Dua Negara, Tapi Kenapa Kronologi Kematian Mereka Rasanya Terlalu Mirip?









Leave a Comment