creativestation.id – Generasi Z (Gen Z), mereka yang lahir antara tahun 1997–2012, seringkali dicap sebagai generasi rebahan, terlalu lekat dengan gawai, dan pasif. Namun anggapan ini tak sepenuhnya benar. Nyatanya, banyak anggota Gen Z yang menjadikan isu sosial sebagai bahan bakar kreativitas mereka untuk membuat perubahan nyata. Dengan akses teknologi yang mumpuni, literasi digital tinggi, serta kepedulian terhadap isu-isu seperti lingkungan, kesetaraan gender, hingga kesehatan mental, mereka hadir sebagai agen perubahan yang aktif di berbagai bidang.
Menurut laporan Deloitte Global Millennial and Gen Z Survey 2024, sebanyak 72% Gen Z di dunia menyatakan bahwa mereka aktif menyuarakan isu sosial yang penting bagi mereka, dan lebih dari 60% terlibat dalam kegiatan advokasi atau proyek sosial secara langsung. Di Indonesia, tren ini juga berkembang pesat. Artikel ini akan mengupas berbagai proyek Gen Z yang tak hanya menyentuh hati, tapi juga berdampak langsung bagi masyarakat.
Kampanye Bijak Berkata
Proyek “Bijak Berkata” adalah gerakan digital yang diluncurkan oleh sekelompok pelajar SMA di Jakarta. Mereka prihatin terhadap maraknya kasus perundungan (bullying) di media sosial. Melalui kampanye ini, mereka membuat konten edukatif di TikTok, Instagram, dan YouTube, serta menyelenggarakan webinar gratis untuk mengedukasi anak muda tentang etika digital.
Proyek ini menarik lebih dari 100.000 followers dalam waktu enam bulan. Mereka juga menggandeng influencer edukatif dan psikolog anak untuk memperluas jangkauan pesan. Bukan hanya kampanye digital, tim ini bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk memasukkan topik literasi digital dan antiperundungan ke dalam kurikulum tambahan.
Dampak dari kampanye ini cukup signifikan. Menurut survei internal yang dilakukan terhadap 1.500 pelajar, 78% responden mengaku menjadi lebih berhati-hati dalam berkomentar di media sosial setelah mengikuti program ini.
Trash to Cash
Di Yogyakarta, sekelompok mahasiswa Gen Z mendirikan startup sosial bernama “Trash to Cash”. Proyek ini mengajak masyarakat untuk menukarkan sampah rumah tangga mereka dengan saldo e-wallet atau uang tunai. Fokus utama proyek ini adalah sampah plastik dan kertas.
Mereka memanfaatkan aplikasi mobile sederhana untuk mencatat penukaran sampah, menghitung nilainya, dan mengatur jadwal pengambilan. Trash to Cash telah bekerja sama dengan lebih dari 20 bank sampah dan 10 komunitas pemulung lokal.
Hasilnya? Dalam satu tahun pertama, proyek ini berhasil mengumpulkan lebih dari 12 ton sampah plastik dan menghasilkan pemasukan tambahan bagi lebih dari 500 rumah tangga berpenghasilan rendah. Konsep ini juga menginspirasi komunitas lain untuk membuat program serupa di daerah mereka.
Hear Me Out
Isu kesehatan mental jadi perhatian utama bagi banyak Gen Z. Sebagai respon terhadap mahalnya akses psikolog profesional, sekelompok mahasiswa IT di Bandung membuat aplikasi bernama “Hear Me Out”.
Aplikasi ini menyediakan layanan konseling gratis dan anonim untuk pelajar dan mahasiswa. Mereka menggandeng lebih dari 30 relawan profesional dari komunitas psikolog Indonesia untuk membantu menjawab curhat pengguna secara rahasia dan etis. Fitur journaling, meditasi, dan self-assessment juga ditambahkan untuk meningkatkan kualitas dukungan mental.
Data internal mereka menunjukkan bahwa lebih dari 20.000 pengguna aktif menggunakan aplikasi ini dalam enam bulan. 87% pengguna mengaku merasa lebih tenang setelah menggunakan aplikasi. Ini membuktikan bahwa inovasi digital Gen Z tidak hanya keren, tapi juga menyelamatkan nyawa.
Ruang Setara
Isu ketimpangan gender dan kekerasan berbasis gender kerap kali dianggap tabu di lingkungan sekolah. “Ruang Setara” hadir sebagai platform yang memberi ruang aman bagi pelajar membahas isu tersebut.
Platform ini memuat konten infografis, video edukasi, dan ruang diskusi untuk remaja. Mereka juga mengadakan kamp pelatihan untuk para siswa SMA menjadi “duta kesetaraan” di sekolah masing-masing.
Dampaknya luar biasa: 130 sekolah di Jawa Barat telah terlibat, dan hampir 6.000 pelajar mendapatkan pelatihan. Ruang Setara juga mendorong sekolah untuk memiliki SOP pelaporan kasus kekerasan seksual. Upaya mereka membuat beberapa lembaga pendidikan mulai membuka jalur konsultasi yang lebih aman dan akomodatif.
Tumbuh Bersama:
Proyek ini dimulai oleh kelompok Gen Z di Surabaya yang ingin menghadirkan solusi terhadap mahalnya harga pangan sehat. Mereka mengembangkan sistem pertanian vertikal dan hidroponik di lorong-lorong sempit kawasan padat penduduk.
Setiap rumah diajak ikut serta dengan sistem bagi hasil. Mereka juga mengintegrasikan teknologi IoT untuk memantau kelembaban dan nutrisi tanaman. Sayuran hasil panen dijual ke komunitas lokal dengan harga terjangkau.
Menurut data yang mereka rilis, lebih dari 400 kilogram sayuran telah dipanen dalam 8 bulan, dan menghasilkan pendapatan tambahan bagi 50 keluarga. Proyek ini menginspirasi replikasi di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Medan.
Baca juga : Apa itu Passion Economy dan Mengapa Relevan untuk Gen Z
Gen Z adalah Pemimpin Masa Kini, Bukan Sekadar Harapan Masa Depan
Kisah-kisah di atas membuktikan bahwa Gen Z tak hanya pintar membuat tren, tapi juga piawai menciptakan perubahan. Lewat kreativitas, teknologi, dan semangat kolaborasi, mereka menjawab isu-isu sosial dengan tindakan nyata. Masing-masing proyek menunjukkan bahwa dampak besar bisa dimulai dari langkah kecil—asal dilakukan dengan niat dan konsistensi.
Dengan semakin banyak dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas, proyek-proyek ini bisa menjadi blueprint masa depan dalam penyelesaian masalah sosial. Generasi Z bukan hanya suara baru di masyarakat, tapi juga penggerak yang menjadikan perubahan sebagai gaya hidup.
Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment