creativestation.id – Generasi Z atau Gen Z, adalah generasi pertama yang tumbuh besar dengan internet, media sosial, dan ponsel pintar. Dalam dunia digital yang penuh dengan lautan konten, Gen Z menjadi aktor utama sekaligus penonton paling kritis. Dua jenis konten yang paling mencolok di hadapan mereka adalah konten edukatif dan konten viral.
Konten edukatif memberikan wawasan, keterampilan, dan pengetahuan baru. Sementara konten viral seringkali mengejar sensasi, tawa, atau emosi yang memicu reaksi cepat dan penyebaran luas. Pertanyaannya: mana yang lebih disukai Gen Z? Apakah mereka lebih menghargai pembelajaran atau lebih tertarik dengan hiburan yang cepat dan seru?
Menurut data dari Morning Consult (2023), 54% Gen Z menghabiskan lebih dari 4 jam per hari di media sosial, dan 65% di antaranya menyukai konten yang “menghibur sekaligus memberi informasi.” Artikel ini akan membahas perbandingan mendalam antara konten edukatif dan viral di mata Gen Z serta bagaimana keduanya memengaruhi cara mereka berinteraksi, belajar, dan melihat dunia.
Konten Edukatif: Membuat Gen Z Lebih Melek dan Kritis
Konten edukatif memiliki kelebihan jangka panjang. Ia bukan hanya menyajikan informasi, tapi membentuk pola pikir dan mendorong keterampilan baru. Di tengah banyaknya hoaks dan informasi dangkal, Gen Z dikenal sebagai generasi yang semakin sadar akan pentingnya literasi digital.
Platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram kini dipenuhi dengan kreator yang menyajikan konten edukatif dengan cara yang ringan dan engaging. Misalnya, akun-akun seperti @rahasiagadis (edukasi perempuan), @kokbisa (ilmu pengetahuan), atau @ngomongin.uang (literasi keuangan) telah berhasil mengemas materi berat menjadi mudah dicerna.
Menurut DataReportal (2024), sekitar 40% Gen Z mengatakan mereka mencari konten yang membuat mereka “merasa lebih pintar” setelah menontonnya. Ini menunjukkan bahwa ada apresiasi besar terhadap konten edukatif, terutama yang dibungkus dalam format singkat, visual, dan relatable.
Namun, tantangan konten edukatif terletak pada durasi perhatian (attention span) Gen Z yang cenderung pendek—sekitar 8 detik menurut penelitian Microsoft. Maka dari itu, penyajian harus dinamis dan kontekstual.
Baca juga : Mengungkap Rahasia Gen Z: Bagaimana Budaya Meme Menjadi Senjata Kritik Sosial Modern
Konten Viral: Cepat, Emosional, dan Mengguncang Algoritma
Konten viral umumnya bersifat menghibur, mengejutkan, atau kontroversial. Ia dirancang untuk mencuri perhatian dalam hitungan detik. Gen Z yang akrab dengan tren, meme, tantangan (challenges), dan video lucu sering kali membagikan konten ini kepada jaringan mereka sebagai bentuk ekspresi atau koneksi sosial.
Statista (2023) menunjukkan bahwa 74% Gen Z lebih mungkin untuk membagikan konten yang membuat mereka tertawa atau terharu, dibandingkan konten edukatif yang lebih serius. Inilah mengapa video-video viral di TikTok sering mendapat jutaan tayangan dalam waktu singkat.
Namun, sisi gelap konten viral adalah kemungkinan penyebaran informasi yang tidak akurat atau merugikan. Banyak konten viral yang sebenarnya dangkal, tidak memberikan manfaat nyata, dan hanya menjadi hiburan sesaat. Bahkan, menurut Common Sense Media (2022), 32% Gen Z mengaku merasa “lelah” akibat terus-menerus terpapar konten viral yang berulang dan kadang toxic.
Faktor Algoritma: Siapa yang Lebih Diuntungkan?
Algoritma platform sosial seperti TikTok, YouTube, dan Instagram cenderung mengutamakan engagement tinggi—like, comment, dan share—daripada nilai edukatif. Karena itu, konten viral lebih mudah mendapatkan eksposur besar. Ini menjadi tantangan bagi kreator edukatif yang kontennya lebih padat namun tak selalu langsung memicu reaksi emosional.
Namun, beberapa kreator sukses menggabungkan dua hal ini: edukatif dan viral. Contohnya adalah video eksperimen sains dengan efek dramatis, atau konten edukasi sosial yang disampaikan lewat humor dan storytelling. Algoritma juga mulai mengenali bahwa retention (waktu tonton) tinggi juga penting, membuka peluang untuk konten yang lebih substansial.
Laporan HubSpot (2024) menyebut bahwa video dengan durasi 60-90 detik yang bersifat informatif punya potensi 35% lebih besar untuk tetap ditonton hingga akhir, dibandingkan video viral tanpa pesan yang jelas. Artinya, kreator konten edukatif yang cerdas dalam strategi presentasi masih bisa menang dalam permainan algoritma.
Psikologi Gen Z: Ingin Terhibur Tapi Tak Mau Bodoh
Gen Z adalah generasi yang kompleks. Mereka ingin menjadi bagian dari tren, tapi juga tidak mau terlihat “ketinggalan ilmu.” Ini menciptakan kebutuhan akan konten yang bersifat edutainment—gabungan antara edukasi dan hiburan.
Menurut Nielsen (2023), 61% Gen Z menyukai konten yang membuat mereka merasa produktif bahkan saat sedang bersantai. Ini menjelaskan mengapa topik seperti self-development, mental health, finansial, dan hubungan interpersonal semakin populer di kalangan mereka.
Dalam hal ini, konten viral yang menyisipkan nilai edukatif mendapat tempat tersendiri di hati Gen Z. Mereka menghargai konten yang tidak menggurui tetapi tetap menyenangkan. Ini memperlihatkan bahwa psikologi Gen Z telah membentuk paradigma baru konsumsi media: informatif, cepat, dan relevan.
Masa Depan Konten: Menyatukan Dua Dunia
Tren ke depan menunjukkan bahwa perbedaan antara konten edukatif dan viral akan semakin kabur. Kreator yang mampu menyatukan keduanya akan menjadi pemenang sejati dalam dunia digital. Dengan strategi visual yang tepat, storytelling yang kuat, dan relevansi topik tinggi, konten edukatif bisa menjadi viral, dan sebaliknya.
Kampanye sosial, gerakan edukasi publik, dan program-program CSR perusahaan juga semakin memanfaatkan format viral untuk menyebarkan pesan. Bahkan lembaga pendidikan dan pemerintahan kini mulai masuk ke TikTok untuk menjangkau Gen Z secara lebih efektif.
Konsumen konten Gen Z semakin cerdas dan selektif. Mereka tidak akan bertahan lama dengan konten kosong tanpa makna. Maka, masa depan konten digital harus beradaptasi, bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk mengedukasi dengan cara yang menarik.
Baca juga : Gen Z dan Dunia Aktivisme Digital
Gen Z Tidak Pilih Salah Satu, Tapi Butuh Keduanya
Perdebatan tentang konten edukatif vs konten viral bukanlah pertarungan dua kubu. Gen Z membuktikan bahwa keduanya bisa hidup berdampingan selama dikemas dengan cara yang cerdas dan relevan. Mereka adalah generasi yang ingin belajar, tapi juga ingin tertawa. Mereka ingin tahu dunia, tapi juga ingin merasa terhubung dengan sesama.
Bagi para kreator, brand, dan institusi, ini adalah sinyal penting untuk merancang konten yang lebih seimbang—informatif sekaligus menghibur. Karena pada akhirnya, konten yang menang bukanlah yang hanya ramai, tetapi yang juga memberi nilai.
Pilihan Gen Z bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang bagaimana keduanya bisa bersatu menciptakan generasi yang lebih cerdas, sadar, dan kreatif.
Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment