Gen Z Gak Malu Terapi: Kenapa Ini Jadi New Normal

Ilmi Habibi

May 12, 2025

4
Min Read

Creativestation.id –  Dulu, pergi ke psikolog atau psikiater sering dianggap tabu. Banyak orang menghindari terapi karena takut dicap “gila” atau “lemah”. Namun kini, generasi Z justru menjadikan terapi sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Mereka gak malu mengakui bahwa mereka menjalani terapi, bahkan banyak yang membagikan pengalaman itu di media sosial. Kenapa hal ini bisa jadi normal baru?

Generasi Z Lebih Terbuka soal Kesehatan Mental

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, tumbuh dalam era digital. Mereka terpapar berbagai informasi sejak usia dini, termasuk tentang kesehatan mental. Tidak seperti generasi sebelumnya yang cenderung menyembunyikan masalah emosional, Gen Z lebih terbuka membicarakan perasaan mereka.

Sekarang ngomong ke temen ‘gue ke psikolog’ udah kayak ngomong ‘gue ke gym’,” kata Nabila, 24 tahun, yang rutin menjalani terapi sejak kuliah. Baginya, terapi bukan tanda kelemahan, tapi bentuk self-care. Banyak Gen Z yang berpikiran sama: menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan merawat tubuh.

Media sosial juga turut berperan. Platform seperti TikTok dan Instagram penuh dengan konten seputar self-healing, journaling, mindfulness, hingga pengalaman pribadi selama terapi. Ini menciptakan ruang aman di mana orang tidak merasa sendiri menghadapi kecemasan, stres, atau trauma masa lalu.

Normalisasi Terapi Lewat Budaya Pop

Selain dari medsos, normalisasi terapi juga didorong oleh budaya pop. Serial dan film populer seperti Euphoria, BoJack Horseman, hingga 13 Reasons Why mengangkat isu kesehatan mental dengan jujur dan emosional. Para tokoh favorit Gen Z menunjukkan bahwa bahkan karakter keren pun bisa rentan dan butuh bantuan profesional.

Tak hanya itu, figur publik dan influencer juga banyak yang membagikan perjalanan mereka menjalani terapi. Misalnya, Billie Eilish, Selena Gomez, dan Justin Bieber secara terbuka membahas perjuangan mereka melawan depresi dan kecemasan. Hal ini memperkuat pesan bahwa menjalani terapi adalah hal wajar, bahkan untuk orang sukses dan terkenal.

Baca Juga : Tren Kendaraan Unik Jadi Ekspresi Gaya Hidup Gen Z : Antara Mobil Mini, Vespa Klasik, dan Outfit Kekinian

Tekanan Hidup yang Meningkat

Meski lebih terbuka, Gen Z bukan berarti bebas tekanan. Justru, mereka menghadapi tantangan unik yang tak dialami generasi sebelumnya. Ketidakpastian ekonomi, tekanan media sosial, perubahan iklim, hingga pandemi COVID-19 membuat banyak dari mereka merasa terjebak dalam kecemasan kolektif.

Tekanan untuk “sukses sejak muda”, punya karier cemerlang, dan hidup estetik di media sosial bisa sangat membebani mental. Akibatnya, burnout, overthinking, dan low self-esteem menjadi masalah umum.

Dengan semua itu, terapi menjadi jalan keluar yang realistis. Daripada memendam emosi, mereka memilih berbicara dengan profesional. Terapi memberi mereka ruang untuk refleksi, regulasi emosi, dan menyusun strategi mengatasi masalah dengan lebih sehat.

Terapi Jadi Aksesibel dan Fleksibel

Kemajuan teknologi membuat terapi lebih mudah diakses. Kini banyak layanan konseling online yang bisa diakses lewat aplikasi atau situs web, bahkan beberapa menyediakan layanan gratis. Ini cocok untuk Gen Z yang terbiasa dengan digitalisasi.

Tak perlu lagi antre lama di rumah sakit atau takut ketemu orang yang dikenal. Cukup buka aplikasi, pilih psikolog, dan sesi bisa berlangsung dari rumah lewat video call. Format yang fleksibel ini menjadikan terapi terasa lebih nyaman dan personal.

Pemerintah dan komunitas juga mulai mendukung. Program kesehatan mental di kampus, tempat kerja, dan organisasi pemuda mulai menjamur. Hal ini makin menumbuhkan budaya yang mendukung perawatan kesehatan mental.

Baca Juga : Micro Habit, Perubahan Kecil yang Bikin Hidup Gen Z Lebih Fokus

Bergerak Menuju Masyarakat yang Lebih Sehat

Fenomena Gen Z yang gak malu terapi bukan sekadar tren, tapi bentuk evolusi kesadaran sosial. Mereka membuktikan bahwa menjaga kesehatan mental itu penting dan tidak memalukan. Dengan keterbukaan, akses informasi, dan dukungan komunitas, mereka menciptakan generasi yang lebih tangguh secara emosional.

Masyarakat pun mulai mengikuti langkah ini. Perlahan, stigma terhadap terapi mulai luntur. Jika dulu terapi identik dengan gangguan berat, kini orang sadar bahwa terapi bisa membantu siapa pun baik yang sedang terpuruk maupun yang ingin berkembang secara pribadi.

Untuk informasi dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Leave a Comment

Related Post