Creativestation.id – Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dalam sektor energi, yakni ancaman defisit pasokan gas yang diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 2035.
Masalah ini mulai terasa sejak awal 2025, dengan catatan defisit sebesar 177 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd). Kondisi tersebut diprediksi memburuk, dengan kekurangan pasokan yang bisa mencapai 513 MMscfd pada satu dekade mendatang.
Defisit Pasokan Gas Makin Nyata di Beberapa Wilayah
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyatakan bahwa penurunan pasokan gas terjadi secara signifikan di wilayah Sumatera bagian selatan hingga Jawa Barat. Penurunan ini dipicu oleh berkurangnya produksi dari sumber gas yang sudah ada, tanpa disertai penemuan cadangan baru yang bisa menggantikan. Kondisi ini membuat profil ketersediaan gas di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun.
Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko, menegaskan bahwa fenomena ini tidak bisa dihindari jika tidak ada perubahan signifikan dalam pengelolaan dan penemuan sumber gas. “Kondisi defisit ini sudah terjadi sejak 2025 dan ini disebabkan utamanya karena penurunan alamiah dari pemasok yang belum bisa diimbangi oleh temuan cadangan baru,” ungkap Arief pada akhir April lalu.
Menurut Arief, wilayah Sumatera bagian utara bahkan diprediksi baru akan mengalami defisit mulai 2028, dengan proyeksi kekurangan hingga 96 MMscfd hingga 2035. Untuk mengatasi hal ini, PGN telah mengajukan permintaan alokasi tambahan gas dari hasil regasifikasi LNG (gas alam cair) kepada SKK Migas dan Kementerian ESDM sejak pertengahan 2024.
Solusi Impor LNG Jadi Opsi, Tapi Belum Disepakati Semua Pihak
Sementara itu, sebagian pihak menilai bahwa impor LNG dari luar negeri bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menutup celah pasokan gas dalam negeri, tanpa harus memangkas kuota ekspor yang telah dikontrak jangka panjang.
Pri Agung Rakhmanto, pendiri Institut ReforMiner, mengatakan bahwa opsi impor bisa dimanfaatkan secara terbatas oleh perusahaan seperti PGN, yang menguasai lebih dari 80% jaringan distribusi gas nasional. “Dalam konteks ini, impor LNG dalam batasan tertentu bisa memberikan kepastian pasokan dalam negeri, tanpa mengganggu skema ekspor yang menyumbang pendapatan negara,” ujarnya, Senin (16/6/2026).
Baca juga: Lo Kheng Hong Kantongi Hampir Rp 49 Miliar dari Dividen PGAS, Kalahkan BlackRock
Namun, tidak semua pihak sependapat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan resmi untuk melakukan impor gas. Ia mengakui adanya kekurangan pasokan, tetapi menyebutkan bahwa pemerintah tetap mengutamakan penggunaan gas domestik. “Sampai hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas,” tegasnya, awal Mei 2025.
Bahlil juga menambahkan bahwa pengalihan gas ekspor untuk pemakaian domestik tidak bisa dilakukan secara terus-menerus karena berpotensi mengganggu kepercayaan investor. Maka dari itu, ia mendorong optimalisasi produksi dalam negeri sebagai solusi jangka panjang.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Dengan peningkatan konsumsi gas dalam negeri, tantangan defisit pasokan gas menjadi isu krusial yang harus dihadapi pemerintah dan pelaku industri. Skenario terburuknya, bila tidak ada langkah konkret, ketergantungan terhadap sumber luar bisa menjadi keniscayaan.
Di sisi lain, harapan tetap ada. Pemerintah menyatakan bahwa produksi gas nasional masih memiliki potensi untuk ditingkatkan. Meski demikian, waktu semakin mendesak. Jika cadangan baru tidak segera ditemukan dan distribusi tidak diperluas, maka risiko kekurangan pasokan akan terus menghantui hingga 2035.
Defisit pasokan gas bukan sekadar isu teknis, tetapi persoalan strategis yang menyangkut ketahanan energi nasional. Diperlukan langkah nyata dari semua pihak agar generasi mendatang tidak hidup dalam bayang-bayang kekurangan energi.
Untuk berita bisnis dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.









Leave a Comment