FOMO Bisa Bikin Gila? Ini Dampaknya pada Kesehatan Mental Gen Z yang Wajib Kamu Tahu!

Acsyara Aulia

June 28, 2025

5
Min Read
FOMO Bisa Bikin Gila? Ini Dampaknya pada Kesehatan Mental Gen Z yang Wajib Kamu Tahu!

creativestation.id – Di era digital yang serba cepat, Gen Z hidup dalam dunia yang terus-menerus terhubung dengan notifikasi, update media sosial, dan konten viral. Di tengah gempuran informasi ini, muncul fenomena bernama FOMO (Fear of Missing Out) yang secara perlahan memengaruhi kesehatan mental generasi muda. FOMO adalah perasaan cemas atau takut tertinggal dari pengalaman, informasi, atau tren yang sedang berlangsung.

Menurut survei dari Statista (2023), lebih dari 69% Gen Z mengaku sering merasakan FOMO setelah membuka media sosial. Fenomena ini bukan sekadar rasa iri atau penasaran, melainkan sudah menjadi tekanan mental yang berdampak pada harga diri, kecemasan sosial, dan bahkan depresi. Artikel ini akan membahas bagaimana FOMO bekerja, mengapa Gen Z rentan mengalaminya, serta bagaimana dampaknya terhadap kesehatan mental dan cara mengatasinya secara efektif.

Apa Itu FOMO dan Mengapa Gen Z Rentan?

FOMO pertama kali dikenal luas sejak era media sosial meledak, dan kini menjadi bagian dari gaya hidup digital. Istilah ini merujuk pada ketakutan atau kecemasan karena merasa tidak ikut dalam suatu peristiwa, tren, atau pengalaman yang dinikmati orang lain. FOMO biasanya dipicu oleh postingan media sosial yang menampilkan gaya hidup glamor, pencapaian besar, atau momen seru yang dikonsumsi secara instan.

Gen Z yang lahir dan besar di tengah kemajuan digital, lebih rentan mengalami FOMO. Mereka mengakses media sosial rata-rata 4-6 jam per hari (Datareportal, 2024), di mana hampir semua unggahan menggambarkan “kehidupan sempurna”. Ini menciptakan ilusi bahwa semua orang lebih bahagia, lebih sukses, atau lebih aktif dari mereka, padahal realitas seringkali jauh berbeda.

Baca juga : Berani Beda! Begini Cara Gen Z Hancurkan Stigma Lewat Media Digital!

Media Sosial dan Efek Domino pada Kesehatan Mental

Media sosial menjadi sumber utama FOMO. Melihat teman berlibur, menghadiri konser, atau mencapai kesuksesan akademik bisa memicu rasa tidak cukup atau ketinggalan. Ini menyebabkan kecemasan, depresi ringan, bahkan burnout sosial.

Menurut American Psychological Association (APA), lebih dari 56% Gen Z menyatakan media sosial berkontribusi besar terhadap stres harian mereka. Ketika seseorang merasa tertinggal, mereka cenderung membandingkan diri, merasa kurang berharga, dan akhirnya menarik diri dari pergaulan nyata.

Selain itu, algoritma media sosial secara otomatis menyajikan konten yang memicu emosi—baik positif maupun negatif—untuk meningkatkan keterlibatan pengguna. Akibatnya, FOMO tidak hanya menjadi masalah psikologis, tapi juga bagian dari desain sistem digital yang manipulatif.

FOMO dan Gangguan Tidur Gen Z

Salah satu dampak FOMO yang paling tidak disadari adalah gangguan tidur. Gen Z seringkali merasa harus selalu terhubung dan update, bahkan saat malam hari. Ini menyebabkan kebiasaan doomscrolling atau terus-menerus menelusuri informasi sebelum tidur.

Studi dari Sleep Foundation (2023) menunjukkan bahwa 63% remaja Gen Z mengalami kualitas tidur buruk akibat penggunaan gadget sebelum tidur. FOMO memperkuat kebiasaan ini karena mereka takut melewatkan informasi penting atau konten viral saat tertidur.

Kurangnya tidur menyebabkan penurunan konsentrasi, emosi tidak stabil, hingga risiko jangka panjang seperti gangguan kecemasan. Siklus ini menciptakan loop negatif: semakin banyak FOMO, semakin parah kesehatan mental.

Dampak FOMO pada Hubungan Sosial

FOMO tak hanya berdampak secara personal, tapi juga memengaruhi hubungan sosial Gen Z. Mereka cenderung hadir di suatu acara bukan karena ingin, tapi karena takut tertinggal. Hal ini membuat interaksi jadi dangkal dan penuh tekanan.

Gen Z juga mengalami kecemasan sosial karena membandingkan relasi yang mereka miliki dengan relasi yang tampak ideal di media sosial. Mereka merasa kurang punya teman, kurang disukai, atau tidak diundang ke acara tertentu. Ini memicu isolasi sosial dan perasaan tidak diinginkan.

Menurut survei dari Mental Health Foundation (UK), 43% Gen Z merasa tidak cukup dekat dengan orang lain akibat tekanan sosial dari media digital. Ini ironis, mengingat media sosial diciptakan untuk memperkuat koneksi sosial.

Strategi Mengatasi FOMO Secara Sehat

Untungnya, FOMO bisa dikelola dengan strategi yang tepat. Langkah pertama adalah mengenali perasaan FOMO dan menyadari bahwa tidak semua yang terlihat di media sosial adalah kenyataan. Membangun literasi digital menjadi kunci utama.

Langkah kedua adalah melakukan digital detox secara berkala—membatasi waktu penggunaan media sosial dan menggantinya dengan aktivitas fisik atau sosial yang nyata. Membiasakan journaling atau praktik mindfulness juga bisa membantu mengenali emosi yang muncul akibat FOMO.

Terakhir, Gen Z perlu membangun komunitas positif yang mendukung tanpa menghakimi. Memiliki lingkaran teman yang sehat secara mental dan tidak memaksakan standar sosial tertentu akan sangat membantu dalam menjaga kesehatan mental di era digital ini.

Baca juga : Gen Z dan Dunia Aktivisme Digital

Waspada FOMO, Jaga Pikiran Sehat

Fenomena FOMO & Kesehatan Mental Gen Z adalah topik yang tidak bisa diabaikan. Dalam dunia yang terus terhubung, Gen Z menghadapi tekanan baru yang tak terlihat tapi sangat nyata. FOMO bukan hanya rasa takut ketinggalan, tapi juga sumber kecemasan, stres, dan keterasingan.

Dengan kesadaran, literasi digital, dan strategi penanganan yang tepat, Gen Z bisa membalik keadaan. Mereka bukan hanya korban media sosial, tapi juga punya potensi menjadi penggunanya yang cerdas dan sadar. Ingat, hidup bukan perlombaan konten—tapi tentang keseimbangan, koneksi nyata, dan kesehatan mental yang utuh.

Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Leave a Comment

Related Post