creativestation.id – Pemerintah tengah merancang regulasi baru yang berpotensi mengubah standar rumah subsidi di Indonesia, terutama terkait dengan ukuran hunian yang ditawarkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam rancangan terbaru Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), perubahan yang paling mencolok adalah penyesuaian luas tanah sebagai parameter utama, menggantikan fokus sebelumnya yang lebih banyak pada harga rumah.
Dalam draf aturan tersebut, luas tanah untuk rumah tapak umum diusulkan memiliki batas minimal 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai bangunan yang diperbolehkan berkisar antara 18 hingga 35 meter persegi. Perubahan ini menunjukkan adanya penyusutan signifikan jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yaitu Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTSM/M/2023, yang menetapkan luas tanah minimal 60 meter persegi untuk rumah subsidi.
Baca juga: Libur Panjang Juni 2025: Catat Tanggalnya!
Penyusutan ukuran ini menimbulkan berbagai spekulasi terkait kualitas hunian dan kenyamanan yang akan diterima oleh penghuni rumah subsidi di masa depan. Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa harga rumah subsidi tidak akan mengalami kenaikan dan tetap mengacu pada batas harga tertinggi yang berlaku pada tahun 2024. Batas harga ini berbeda-beda berdasarkan wilayah geografis, yaitu:
-
Rp166 juta untuk Jawa (di luar Jabodetabek) dan sebagian Sumatera
-
Rp182 juta untuk Kalimantan (kecuali Murung Raya & Mahakam Ulu)
-
Rp173 juta untuk Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Anambas)
-
Rp185 juta untuk Jabodetabek, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan sejumlah wilayah lain
-
Rp240 juta untuk wilayah Papua dan sekitarnya
Pengurangan luas tanah dan bangunan ini bisa menjadi tantangan baru dalam penyediaan rumah yang layak dan nyaman bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Para pakar menyoroti pentingnya keseimbangan antara efisiensi penggunaan lahan dan kualitas hidup penghuni rumah subsidi. Rumah yang terlalu kecil berpotensi menimbulkan masalah seperti kurangnya ruang gerak, ventilasi yang buruk, dan keterbatasan dalam penataan ruang keluarga.
Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa penyesuaian ini perlu dilakukan agar program rumah subsidi tetap dapat menjangkau lebih banyak masyarakat tanpa menambah beban anggaran. Dengan penurunan ukuran rumah, diharapkan lebih banyak unit hunian yang dapat dibangun dengan dana yang ada, sehingga target pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat terpenuhi secara optimal.
Meski demikian, perubahan aturan ini perlu diikuti dengan pengawasan ketat dan evaluasi berkelanjutan agar standar kualitas hunian tetap terjaga. Pemerintah dan pengembang diharapkan dapat berkolaborasi menciptakan solusi hunian yang tidak hanya terjangkau secara harga, tetapi juga layak dan nyaman untuk ditempati. Hal ini menjadi kunci penting dalam mendukung program perumahan yang berkelanjutan dan ramah bagi seluruh lapisan masyarakat.









Leave a Comment