Geospatial AI Ubah Cara Kerja Surveyor Indonesia

Acsyara Aulia

October 6, 2025

3
Min Read
Geospatial AI Ubah Cara Kerja Surveyor Indonesia

On This Post

creativestation.id – Di era kemajuan teknologi yang serba cepat, peran surveyor dituntut untuk beradaptasi dengan perkembangan Geospatial AI yang semakin canggih. Teknologi berbasis kecerdasan buatan ini mengubah cara pengumpulan dan analisis data spasial, menjadikan proses pemetaan dan pengukuran jauh lebih efisien dan presisi dibandingkan metode konvensional.

Integrasi Geospatial AI pun membuka peluang baru bagi para surveyor untuk bertransformasi menjadi analis data spasial yang mampu menafsirkan informasi kompleks dari citra satelit, drone, hingga sensor digital.

Melihat hal ini, Ketua Umum Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Muchammad Masykur pun mengungkapkan harapannya agar surveyor Indonesia bisa terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi global.

“Inilah saatnya surveyor Indonesia berdiri di garis depan, menghadirkan solusi nyata bagi bangsa dan memberi kontribusi berkelas dunia,” kata Masykur dalam Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia 2025 di Hotel Harris, Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, langkah ini sekaligus untuk memperkuat kolaborasi lintas disiplin dan menjadikan Indonesia sebagai pelopor dalam penerapan GeoAI untuk pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu, Rektor ITN Malang, Awan Uji Krismanto, mengungkapkan bahwa sejatinya peluang AI pada bidang survei dan pemetaan sangat besar, mulai dari otomatisasi hingga analisis data spasial yang lebih cepat dan akurat. Namun, terdapat pula tantangan serius seperti kesenjangan kapasitas yang dimiliki oleh SDM.

“Kesenjangan kapasitas SDM (diantaranya surveyor) dalam menguasai AI, keterbatasan infrastruktur, serta persoalan etika dan perlindungan privasi harus menjadi perhatian. Semua ini bisa diatasi dengan sinergi kuat antara praktisi, profesional, dan pendidikan tinggi,” tegasnya.

Di sisi lain, teknologi geospasial dan AI berperan penting dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), mulai dari mitigasi perubahan iklim, tata ruang perkotaan, ketahanan pangan, hingga sistem kebencanaan yang lebih adaptif.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial (BIG), Sumaryono, menekankan pentingnya sinergi antara kemampuan manusia atau surveyor dengan teknologi dalam penggunaan remote sensing.

“Untuk deteksi objek melalui remote sensing, sampai sekarang kemampuan manusia tidak ada yang bisa mengalahkan. Ketika manusia mulai lama, di situlah AI masuk. Tapi soal akurasi, manusia tetap tidak bisa dikalahkan. Itu sebabnya Kementerian Kehutanan tidak mau menggantikan tenaga manusia sepenuhnya,” jelas Sumaryono.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa BIG sendiri memiliki peran ganda, yakni sebagai regulator maupun eksekutor dalam tata kelola data geospasial nasional. “Dalam kerangka Satu Data Indonesia, seluruh data harus menjadi big data yang siap dimanfaatkan untuk GeoAI. Data itu tidak hanya dikumpulkan, tapi juga dibagi, dipakai, dan diolah menjadi satu informasi yang bernilai tinggi. Jangan lupa, industri hilir juga harus disiapkan, terutama karena peta skala 1:5000 akan diintegrasikan dengan peta tematik,” paparnya.

Selain itu, forum ini turut menyoroti urgensi Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), peta jalan NSDI–JIGN, serta optimalisasi big data geospasial sebagai landasan utama dalam membangun ekosistem GeoAI nasional.

Baca juga : Samsung Galaxy M07 Bisa Dapat Update Android hingga 2031

Melalui dukungan kebijakan dan regulasi yang kuat, serta penerapan teknologi mutakhir seperti machine learning, Internet of Things (IoT), dan arsitektur microservices, pengembangan GeoAI diharapkan dapat mewujudkan sistem informasi geospasial yang lebih responsif, terintegrasi, dan kompetitif di tingkat global.

Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Leave a Comment

Related Post