creativestation.id – Bila sebuah tulisan di era sekarang terlihat terlalu sempurna, kerap kali muncul kecurigaan. apakah ini buatan manusia betulan atau bikinan artificial intelligence (AI)? Kalimatnya rapi, strukturnya teratur, namun anehnya tidak terasa “hidup”.
Bisa jadi itu adalah karya ChatGPT, chatbot AI yang kini populer dipakai untuk menulis berbagai teks mulai dari tugas sekolah hingga artikel berita.
Fenomena ini membuat banyak orang penasaran: adakah cara mudah untuk membedakan tulisan manusia dengan tulisan buatan ChatGPT? Menurut sejumlah pakar teknologi, ada beberapa pola yang bisa menjadi petunjuk.
1. Pembukaan “klise” dan sangat rapi
Dilansir dari Tom’s Guide, tulisan AI sering membuka dengan kalimat yang terasa generik, misalnya “Pernahkah Anda bertanya-tanya…” atau “Di era digital saat ini…”. Rapi, tapi datar. Seperti template yang dipakai berulang-ulang tanpa variasi emosional.
2. Terlalu sering menggunakan frasa umum
ChatGPT gemar memakai frasa seperti “para ahli sepakat” atau “penelitian menunjukkan”, tapi tanpa menyebut siapa ahli atau penelitian mana. Tulisan manusia biasanya lebih spesifik dan menyertakan detail.
3. Gaya bahasa yang selalu formal dan terlalu positif
Tulisan ChatGPT cenderung memakai bahasa formal dan konsisten positif. Kalimatnya rapi, teratur, dan seolah selalu “benar”, tanpa keraguan.
Padahal, manusia biasanya menulis dengan variasi emosi, kadang serius, kadang santai, bahkan bisa menyelipkan humor atau keraguan. Perbedaan ini membuat teks AI terasa datar dan kurang alami.
4. Minim pengalaman pribadi
Tulisan ChatGPT tidak punya “bumbu kehidupan nyata”. Tidak ada kisah kecil tentang pengalaman sehari-hari atau opini unik yang biasanya muncul dari penulis manusia.
5. Gaya tanda baca yang terasa janggal
Menurut New York Post, Salah satu ciri lain adalah pola penggunaan tanda baca yang agak aneh, misalnya terlalu sering menyelipkan tanda panjang di antara kalimat. Walau terlihat rapi, justru hal itu membuat tulisannya terasa mekanis dan tidak alami.
Selain membaca ciri-ciri di atas, kini ada banyak detektor AI seperti GPTZero atau Copyleaks. Namun, para peneliti memperingatkan bahwa akurasinya tidak selalu tinggi.
Bahkan bisa salah menuduh tulisan manusia sebagai karya AI, terutama dari penulis non-native English (arXiv).
Baca juga : Warmindo Mang Ujo: Warung Indomie Favorit Mahasiswa Malang
Mengenali tulisan ChatGPT bukan berarti menolak AI. Justru, ini penting agar kita bisa lebih bijak: tahu kapan menggunakan bantuan AI, dan kapan harus mengandalkan suara asli kita sendiri.
Apalagi dalam dunia akademik, jurnalisme, hingga komunikasi publik, otentisitas adalah hal utama.
Untuk informasi dan perkembangan informasi menarik lainnya, ikuti terus Creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.
Leave a Comment