Hati-hati! Kebiasaan Doom Spending Bikin Boncos

Ratih S

July 10, 2025

6
Min Read
Kebiasaan Doom spending adalah kebiasaan mengeluarkan uang secara impulsif saat merasa stres, cemas, atau pesimis soal masa depan.
Kebiasaan Doom spending adalah kebiasaan mengeluarkan uang secara impulsif saat merasa stres, cemas, atau pesimis soal masa depan.

Creativestation.id – Kebiasaan doom spending sedang jadi pembahasan hangat di mana-mana. Gaya hidup impulsif yang seolah jadi “obat” dari stres, ternyata bisa jadi bumerang bagi kondisi finansial, apalagi buat generasi muda yang baru saja mulai mengelola keuangan sendiri. Mungkin terlihat sepele, tapi kebiasaan ini bisa bikin dompet jebol tanpa sadar. Kalau sudah boncos, siapa yang repot? Ya, diri sendiri.

Doom spending bukan cuma tren iseng. Ini adalah tanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam cara seseorang merespons tekanan dan ketidakpastian hidup. Dalam artikel ini, kita akan bahas tuntas apa itu kebiasaan doom spending, kenapa bisa terjadi, dampaknya, dan tentu saja — cara jitu untuk menghindarinya. Yuk, simak sampai habis!

Apa Itu Kebiasaan Doom Spending?

Sebelum lanjut, penting buat tahu dulu: apa sih sebenarnya kebiasaan doom spending itu? Ini bukan sekadar belanja iseng. Doom spending adalah kebiasaan mengeluarkan uang secara impulsif saat merasa stres, cemas, atau pesimis soal masa depan. Tujuannya bukan kebutuhan, tapi untuk mendapatkan rasa lega sementara.

Fenomena ini sering muncul di tengah krisis, entah karena kondisi ekonomi yang nggak menentu, beban hidup yang berat, atau sekadar tekanan dari media sosial. Nah, untuk lebih jelasnya, coba perhatikan faktor-faktor yang bikin doom spending jadi kebiasaan berbahaya berikut ini.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Doomscrolling, Kebiasaan Bermedia Sosial yang Merusak Otak

1. Pelarian dari Stres: Belanja Jadi Jalan Pintas

Saat merasa tertekan, banyak orang mencari cara cepat untuk merasa lebih baik. Salah satunya? Belanja. Proses membeli sesuatu bisa memicu dopamin—hormon “happy” di otak. Efeknya memang menyenangkan, tapi sementara. Yang bahaya, makin sering merasa stres, makin sering pula keinginan buat belanja muncul.

Apalagi sekarang, tinggal buka aplikasi e-commerce, scroll sedikit, klik-klik, dan barang langsung dikirim. Gampang banget, kan? Sayangnya, kemudahan ini justru bikin kebiasaan doom spending makin sulit dikendalikan. Belanja impulsif jadi semacam “self reward” palsu yang sebenarnya memperbesar masalah keuangan dalam jangka panjang.

2. Pengaruh Media Sosial: Gaya Hidup yang Dipaksakan

Scroll Instagram atau TikTok, lalu lihat teman-teman atau influencer pamer barang branded, staycation, atau makan di tempat fancy. Tanpa sadar, muncul keinginan buat “ikutan.” Padahal kondisi keuangan belum tentu mendukung. Akhirnya, demi terlihat keren dan tidak ketinggalan zaman, banyak yang rela berutang atau menguras tabungan.

Media sosial menciptakan standar hidup semu. FOMO (Fear of Missing Out) jadi pemicu utama munculnya kebiasaan doom spending. Gaya hidup konsumtif ini bisa bikin seseorang hidup di luar kemampuan, dan sayangnya, kebiasaan ini makin dianggap wajar karena banyak yang melakukan hal serupa.

3. Perasaan Tidak Punya Masa Depan: “Mending Nikmatin Sekarang Aja”

Banyak Gen Z yang merasa masa depan makin sulit diraih. Harga rumah selangit, biaya pendidikan naik terus, belum lagi gaji yang stagnan. Kondisi ini memunculkan pikiran, “Daripada pusing mikirin masa depan yang belum tentu, mending nikmatin hidup sekarang aja.”

Pemikiran seperti ini bisa sangat menggoda, terutama saat merasa bahwa menabung atau investasi terasa sia-sia. Tapi sebenarnya, inilah jebakan paling besar dari kebiasaan doom spending. Menunda kebahagiaan demi masa depan memang nggak instan, tapi jauh lebih aman dan sehat secara finansial.

Dampak Buruk dari Kebiasaan Doom Spending

Kalau dibiarkan terus, kebiasaan doom spending bisa berdampak panjang. Nggak cuma bikin rekening kosong, tapi juga mengganggu stabilitas emosi dan tujuan hidup. Simak beberapa efek negatif yang harus diwaspadai berikut ini.

1. Utang Menumpuk, Dompet Makin Tersiksa

Salah satu dampak nyata dari doom spending adalah penumpukan utang. Apalagi jika sering menggunakan kartu kredit atau layanan paylater. Awalnya kelihatan ringan, tapi lama-lama bisa jadi beban besar. Bunga tinggi, cicilan menumpuk, dan akhirnya terjebak dalam siklus “gali lubang tutup lubang.”

Kondisi ini bukan cuma menyulitkan dari sisi finansial, tapi juga bikin stres makin parah. Rasa cemas soal tagihan bisa merembet ke kesehatan mental. Dan ironisnya, untuk melarikan diri dari stres itu, seseorang bisa kembali ke kebiasaan doom spending. Muter-muter aja di lingkaran setan.

2. Impian Keuangan Gagal Total

Banyak anak muda yang pengin punya rumah, mobil, atau modal usaha. Tapi kalau uang selalu habis untuk hal yang nggak penting, impian-impian itu akan terus tertunda. Dana darurat nggak keisi, tabungan masa depan kosong, dan akhirnya jadi merasa stuck dalam hidup.

Kebiasaan doom spending bisa membuat perencanaan keuangan jadi kacau. Harusnya bisa beli rumah lima tahun lagi, malah harus mundur sepuluh tahun karena dana terus terkuras. Uang yang seharusnya ditabung atau diinvestasikan malah habis buat kepuasan sesaat.

3. Gangguan Emosi dan Mental

Sering kali, setelah belanja impulsif, muncul rasa bersalah. Perasaan ini bisa bikin seseorang makin tertekan. Keuangan nggak membaik, hati pun makin resah. Akibatnya, mood makin berantakan dan produktivitas menurun.

Doom spending bukan solusi atas stres, tapi justru memperburuknya. Perasaan nggak puas, kecewa, dan bahkan penyesalan bisa muncul berkali-kali. Dan ini berbahaya kalau sudah jadi kebiasaan. Emosi dan kesehatan mental bisa terganggu parah kalau nggak segera disadari.

Cara Menghindari Kebiasaan Doom Spending

Sudah tahu bahayanya, sekarang waktunya ambil langkah buat berubah. Nggak harus langsung ekstrem, tapi perlahan dan konsisten. Berikut beberapa strategi jitu untuk keluar dari jebakan doom spending.

1. Buat Anggaran dan Patuhi Batas

Langkah pertama: buat anggaran. Coba bagi pengeluaran jadi tiga bagian — kebutuhan, keinginan, dan tabungan. Kebutuhan seperti makanan, transportasi, atau tagihan. Keinginan bisa hiburan, skincare, atau nongkrong. Sementara tabungan buat masa depan.

Setelah anggaran dibuat, tantangan berikutnya adalah disiplin. Anggaran hanya berguna kalau benar-benar dipatuhi. Mungkin awalnya sulit, tapi lama-lama akan terasa manfaatnya. Jangan lupa sisihkan dana darurat biar nggak gampang panik di situasi mendadak.

2. Batasi Paparan yang Bikin Lapar Mata

Coba perhatikan, seberapa sering belanja karena “keracunan” konten? Solusinya? Batasi akses ke hal-hal yang memicu keinginan belanja. Bisa dimulai dari unfollow akun yang terlalu sering pamer barang, atau hapus aplikasi e-commerce dari ponsel.

Saat keinginan belanja datang, tunda 24 jam. Dalam waktu itu, coba pikir lagi: apakah barang itu benar-benar dibutuhkan, atau cuma lapar mata? Teknik ini efektif untuk melatih kontrol diri.

3. Ganti Pelarian Stres dengan Aktivitas Sehat

Daripada belanja, kenapa nggak coba aktivitas lain untuk meredakan stres? Jalan-jalan ke taman, olahraga ringan, nonton film, atau ngobrol bareng teman. Aktivitas-aktivitas ini bisa jadi pelampiasan yang lebih sehat dan nggak bikin boncos.

Kalau stres berkepanjangan, nggak ada salahnya cari bantuan profesional. Psikolog bisa bantu memahami pola pikir dan perilaku yang jadi akar dari kebiasaan doom spending. Ingat, kesehatan mental sama pentingnya dengan kondisi keuangan.

Doom spending bisa terasa nikmat di awal, tapi punya efek domino yang nggak main-main. Kebiasaan ini nggak cuma bikin boncos, tapi juga bisa menghancurkan impian, tujuan, dan ketenangan batin. Di zaman sekarang, sadar finansial itu bukan pilihan, tapi kebutuhan.

Gen Z dan remaja masa kini punya potensi besar untuk mengatur hidup lebih baik dari generasi sebelumnya. Tapi itu semua hanya bisa tercapai kalau bisa mengendalikan keinginan dan membangun kebiasaan sehat sejak sekarang.

Untuk berita bisnis dan ulasan teknologi terbaru, ikuti terus creativestation.id – sumber referensi kreatif untuk inovasi, bisnis, dan teknologi.

Leave a Comment

Related Post